SESAT
KARENA TIDAK MENGERTI ALKITAB
Matius
22:23-33
Sidang jemaat yang saya kasihi dalam Tuhan,
Perjalanan iman anak-anak Tuhan memang membutuhkan suatu proses
yang sangat panjang. Pertumbuhan iman tidak diberikan secara instan. Tidak
serta merta saat kita pertama kali percaya kepada Tuhan Yesus lalu kita
memiliki iman yang sempurna. Sebaliknya iman itu harus dipupuk dan di dalamnya
dituntut suatu usaha untuk mau terus belajar akan kebenaran.
Dalam taraf belajar untuk mengenal kebenaran inilah
saudara, penting bagi kita untuk memahami Alkitab secara utuh. Dari setiap
pengajaran demi pengajaran yang kita terima, kita harus menemukan benang merah
dari iman yang kita terima dari Tuhan itu. Sebab pemahaman yang sepotong-sepotong
justru akan membahayakan iman.
Karena itu bapak/ ibu yang kekasih,
Hari ini kita akan belajar bagaimana Alkitab memberikan
kepada kita satu penjelasan penting bagaimana seharusnya kita mengerti Alkitab
dengan benar. Dan salah satu topik yang kita angkat kali ini adalah mengenai
kebangkitan. Satu topik yang mengupas doktrin eskatologi, yang bagi sebagian orang
mungkin masih membingungkan. Bahkan dikalangan para teolog pun topik ini masih
banyak diperdebatkan.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kita tahu bersama, dalam setiap pelayanan Tuhan Yesus pastinya
selalu dipenuhi oleh banyak orang. Dalam setiap pelayanan Tuhan Yesus, ada
begitu banyak orang yang datang dengan berbagai macam motivasi yang
dimilikinya.
Biasanya yang selalu kita ingat, kelompok yang selalu
dekat dengan Tuhan Yesus selain murid-murid adalah orang-orang Farisi. Orang Farisi
adalah kelompok yang merasa diri paling baik, paling suci, dibandingkan yang
lain. Mereka adalah kelompok yang menarik diri dari segala hiruk pikuk duniawi.
Mereka menerima kitab Musa dan kitab para nabi. Dan dalam teologinya orang-orang
Farisi percaya akan adanya kebangkitan.
Kelompok lain yang juga selalu berada di dekat Tuhan
Yesus adalah orang-orang Saduki. Orang Saduki adalah orang-orang
yang jenius & kaya. Mereka adalah orang-orang yang berpengaruh karenanya
mereka memiliki kedudukan tinggi dalam kemasyarakatan ataupun di kalangan
politisi. Kebanyakan
mereka adalah imam-imam atau bahkan Imam Besar (band. Kis 5:17). Berbeda dengan
orang Farisi, orang-orang Saduki mau bekerja sama dengan orang Roma,
karenanya mereka tidak segan-segan untuk mendukung Herodes.
Namun, sekalipun kelompok Saduki jumlahnya lebih kecil
jika dibandingkan dengan Orang-orang Farisi, tetapi kelompok ini sudah ada
dalam masyarakat Yahudi + 280 tahun sebelum Kristus lahir.
Dalam hal teologi, orang-orang Saduki hanya menerima
Kitab Musa (Kejadian – Ulangan) yang diakui sebagai firman, tetapi itu
pun mereka
pelajari hanya sebatas moralitas. Namun, secara teologis
mereka tidak percaya adanya kebangkitan. Maka hal yang tidak dapat
mereka percayai adalah misalnya makhluk yang tidak bertubuh yang dapat dilihat
oleh mata. Mereka percaya tidak ada makhluk malaikat. Mereka percaya bahwa pada
waktu seseorang meninggal dunia maka jiwa dan roh orang itu pun turut mati.
Makanya mereka tidak percaya adanya kehidupan dibalik kematian. Mereka juga
tidak percaya adanya sorga atau pun neraka.
Lagipula, orang-orang Saduki ini tidak mendasarkan
kepercayaan mereka pada iman seperti yang diajarkan firman Tuhan dalam Ibrani 11:1, yang mengatakan bahwa: “Iman adalah dasar
dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak
kita lihat.”
Sebaliknya mereka justru lebih bersandar pada kepandaian yang
mereka miliki. Otak mereka yang genius mendasarkan setiap persoalan hidup dalam
hukum hipotesa. Artinya saudara, apa yang tidak dapat dijangkau oleh akal
mereka, hal itu jelas tidak dapat diterima dalam kehidupan mereka.
Namun uniknya saudara, sekalipun kelompok Farisi
dan Saduki dalam beberapa kasus selalu bermusuhan di kemajelisan
keagamaan. Dimana orang Saduki menjadi orang liberalnya dan Orang
Farisi
menjadi orang yang lebih konservatif. Di dalam keributan bersama, ternyata
mereka juga bisa damai sama-sama walaupun hanya sifatnya sementara.
Khususnya dalam melawan Tuhan Yesus. Sebab mereka memiliki
tujuan yang sama, yaitu berusaha menelanjangi ajaran Tuhan Yesus.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Dalam perikop yang kita baca ini dikisahkan, bahwa orang-orang
Saduki itu datang kepada Tuhan Yesus. Mereka bercerita tentang seorang
perempuan yang menikah lalu suaminya mati.
Dasar
cerita ini memang ada di dalam Perjanjian Lama yang sering
disebut
sebagai hukum levirat (Ulangan 25:5-10). Namun
orang-orang Saduki memakai bagian ini sebenarnya adalah untuk menjebak Tuhan
Yesus.
Saudara, dalam hukum Musa ini memang dijelaskan bahwa jika
ada seorang laki-laki mati tanpa anak, maka saudaranya yang laki-laki wajib
mengawini janda itu untuk memberi keturunan bagi saudaranya tadi dan anak
sulung yang lahir itu harus dipandang sebagai anak dari saudaranya itu. Jadi hukum ini sebenarnya
digunakan
untuk memelihara keturunan orang yang telah meninggal.
Akan tetapi jika orang itu menolak untuk mengawini janda
tersebut, maka mereka harus pergi mencari tua-tua. Kemudian perempuan itu harus
melepaskan kasut si pria, meludahi mukanya dan mengutukinya. Maka orang itu
membawa tanda penolakan.
Nah saudara, orang-orang Saduki ini mengutip kasus
perkawinan levirat dimana tujuh orang saudara laki-laki, masing-masing mati
tanpa meninggal-kan anak, dan satu per satu mereka mengawini perempuan yang
sama. Disinilah pokok masalah muncul. Dimana orang-orang Saduki terlalu lebay.
Mereka terlalu membesar-besarkan perkara, sehingga cerita yang sebenarnya
sederhana tetapi didramatisir oleh orang-orang Saduki.
Bayangkan saudara, apa ada seorang wanita yang
menikahi tujuh laki-laki dari saudara yang sama dan sialnya semua suaminya
mati tanpa meninggalkan keturunan.
Tentu saja cerita ini diatur sedemikian rupa dengan harapan supaya bisa
memojokkan Tuhan Yesus.
Sebab pikirnya, kalau memang ada kebangkitan, bahwa nanti
pada waktu hari kebangkitan, wanita ini pastinya akan bertemu kembali dengan
ketujuh suaminya. Dan pertanyaan mereka adalah: “Siapakah di antara ketujuh orang itu yang
menjadi suami perempuan itu pada hari
kebangkitan? Sebab mereka telah beristerikan dia” (Matius 22:28).
Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sangat sederhana.
Sebuah pertanyaan yang masuk akal bukan? Kalau dia menikah tujuh kali, lalu
pada masa kebangkitan, dan ia bertemu Tuhan Yesus di sorga, lalu siapa yang
menjadi suaminya.
Dengan pertanyaan itu, orang-orang Saduki berusaha ingin
menertawakan Tuhan Yesus jika pada akhirnya Tuhan Yesus tidak bisa menjawabnya.
Lagi pula mereka berpikir, masalah kebangkitan orang mati sukar dicocokkan
dengan hukum-hukum Musa. Sehingga dengan jebakan yang dibuatnya mereka berharap
pada akhirnya Tuhan Yesus menjadi malu di hadapan orang banyak.
Saudara, pertanyaan orang Saduki ini sangat tajam, bahkan
jika pertanyaan itu diajukan kepada orang Farisi pastinya bakal memojokkan
mereka, tetapi mungkin bagi sebagian orang pertanyaaan mereka muncul atas dasar
ketidaktahuan. Tetapi jangan lupa, orang saduki bukanlah orang yang tidak
membaca Kitab Suci. Mereka bahkan secara rutin belajar Kitab Suci. Tetapi
meskipun demikian, pada dasarnya mereka buta terhadap kebenaran khususnya
tentang
hal kebangkitan.
Pertanyaan bagi kita, apa yang menyebabkan mereka buta terhadap
kebenaran?
Jawabannya adalah karena orang-orang
Saduki berpegang
pada pengajaran yang salah. Dari ayat 23,
sebenarnya kita sudah mendapat kesan bahwa orang-orang Saduki ini
memang datang kepada Tuhan Yesus dengan membawa asumsi yang salah, yaitu mereka
tidak
percaya terhadap kebangkitan orang mati.
Lagi pula salahnya terletak pada konteks kebangkitan dimasa
depan di bawa dalam pemikiran dimasa kini. Tadi di awal saya sudah menjelaskan
bahwa orang-orang Saduki lebih menekankan hal yang berbau logika ketimbang
masalah supranatural. Karenanya tidak heran jika mereka menilai natur
kebangkitan dalam memori masa kini. Disinilah letak salah mereka. Karena mereka
salah faham terhadap pengajaran Kitab Suci, maka itu menyebabkan mereka salah dalam
mengertinya.
Saudara, Inilah kesalahan dari semua agama di
dunia,
yaitu semua urusan dunia yang bersifat material diterapkan ke surga yang sifatnya non-material,
semua yang sifatnya jasmani dijadikan landasan untuk menentukan semua hal yang rohani.
Faktanya, ketika orang mulai mengacaukan 2 realitas
yang berbeda, yaitu: realita yang tidak bergerak, yang kekal dengan realita
yang
terus bergerak, yang sementara; maka terjadilah kerusakan teology. Karena dalam
hal ini, Allah
dipaksakan masuk dalam akal manusia. Jadi kita seharusnya
menyadari bahwa hal yang sementara tidak bisa dicampurkan/ disamakan dengan hal-hal yang bersifat
kekal.
Saudara, “tidak
mengerti Kitab Suci” adalah
sesuatu yang sangat berbahaya! Sebab karena tidak-mengertian
bisa menyebabkan
seseorang
jadi sesat. Dan kesesatan dapat membawa kepada kebinasaan (band. Hosea 4:6, 14b).
Ada banyak orang yang selalu menganggap bahwa dirinya
sudah mengerti Kitab Suci. Maka ia membaca lalu ia menterjemahkan menurut
maunya dia. Ironis sekali. Atau ada juga orang membaca kitab suci lalu berkata
kita tafsirkan merupakan satu kesatuan. Statmennya bagus. Tetapi satu kesatuan
tujuannya yang salah, yaitu memaksakan yang digenapi baru kepada yang lama yang
tidak pas. Lalu memaksakan situasi lama yang sudah digenapi muncul kembali ke
permukaan. Atau mengutip-ngutip ayat menurut tafsir dia, padahal maksudnya
tidak seperti itu. Nah ini yang repot.
Sehingga orang-orang Saduki yang memegang kitab Musa,
orang-orang Saduki yang tidak percaya kepada kebangkitan menjadi sebuah warna
yang ada terus menerus dalam kehidupan kekinian. Karena itu jangan heran jika
kita mendengar orang, ada yang percaya ini ada yang tidak percaya itu, ada yang
percaya Yesus Tuhan, ada yang tidak percaya. Kok bisa, jangan lupa bahwa orang
bisa mempunyai berbagai pikir dan paradigma yang beraneka ragam dalam
kehidupannya. Sehingga menimbulkan selisih faham, dan kesakitan atau saling
menyakitkan antara satu dan yang lainnya. Ini realita kehidupan. Inilah
pergumulan dalam keseharian. Sehingga dengan demikian bagaimana kita melakukan
apa yang Tuhan mau, perlu menjadi pertimbangan kita. Sehingga kita tidak salah
kaprah dalam menjalani kehidupan, tetapi memiliki kehidupan yang tepat sasaran.
Pertanyaannya bagi kita, Apakah saudara tidak
mengerti Kitab Suci, atau hanya mengerti sedikit sekali tentang Kitab Suci? Saudara,
jangan
pernah menganggap enteng hal itu, karena hal itu bisa
menyesatkan saudara! Karena itu penting bagi kita untuk terus
berusaha
dan
belajar Kitab Suci dengan serius dan benar!
Di dalam gereja kita sebenarnya kita sudah memberikan
wadah bagi kita yang mau belajar lebih dalam tentang Kitab Suci melalui BGA.
Dalam BGA itu kita membaca, kita meneliti, kita melihat konteks dekat konteks
jauh. Korelasi antara ayat satu dengan ayat yang lainnya sehingga kita memiliki
gambaran yang lebih utuh. Karena itu
datanglah dalam Kebaktian Doa.
Sidang jemaat yang kekasih,
datanglah dalam Kebaktian Doa.
Sidang jemaat yang kekasih,
Kembali kita kepada konteks bacaan kita. Dalam ayat 29
tadi, kita melihat bahwa Tuhan Yesus juga menambahkan bahwa
kesesatan mereka terjadi karena mereka tidak mempercayai “kuasa Allah.”
Kita melihat saudara, karena orang-orang Saduki
tidak
percaya akan kebangkitan, dan bahkan mereka
menganggap hal itu sebagai suatu hal yang mustahil/ tidak masuk
akal. Bukan hanya membuktikan bahwa mereka hanya mengandalkan
logika mereka, tetapi kenyataannya adalah karena mereka percaya pada
kuasa Allah.
Itulah yang menyebabkan
kesesatan mereka!
Bapak/ ibu yang kekasih,
Berhati-hatilah pada logika. Kita
tahu bahwa setiap kita diperlengkapi Allah dengan otak untuk berpikir. Dan
Allah mau supaya kita mempergunakan otak yang diberikan Tuhan itu dengan baik.
Hanya yang Tuhan Allah larang bagi kita adalah kalau kita lebih bersandar pada
logika kita dan tidak percaya pada kuasa Allah, maka hal itu akan menyesatkan
kita. Dalam hal ini Yesaya 5:21
berkata: “Celakalah
mereka yang memandang dirinya bijaksana, yang menganggap dirinya pintar!”
Dalam hal ini Tuhan Yesus sebenarnya ingin berkata kepada
orang-orang Saduki dan termasuk kita yang hadir saat ini bahwa kalau saudara
tidak
bisa mengerti apa yang Allah katakan, maka saudara sudah salah
mengerti akan apa yang dikatakan oleh Musa yaitu jika seorang mati dengan tiada
meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan
membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu.
Masalahnya adalah, perkataan Musa ini bukanlah masalah kawin
mengawinkan akan tetapi titik beratnya lebih kepada hubungan
keturunan mesianik. Maksudnya adalah orang Israel harus punya
anak karena orang Israel ditetapkan sebagai pembawa keturunan mesias. Iblis
mengerti betul akan hal ini, maka dalam sejarah berkali-kali iblis berusaha
menghabisi keturunan Israel. Akan tetapi kita
melihat bagaimana pemeliharaan Allah terus berjalan sehingga berbagai upaya
iblis tidak berhasil.
Ideologi
teologis dari rencana Tuhan ini rupanya memang tidak ditangkap
oleh orang Saduki. Karena yang dipikirkannya adalah masalah kawin
mengawinkan semata, Sehingga semua ide teologis sudah digeser menjadi hal-hal
yang bersifat duniawi semata. Sedangkan masalah Surga menjadi
duplikasi obsesi kita di dunia yang kita lemparkan ke sana.
Karena itu Tuhan Yesus beriusaha menjelaskan bahwa dalam
teologi kebangkitan tidak ada yang namanya kawin dan dikawinkan (ayat 30).
Tidak ada namanya pergaulan seksual yang sama seperti saat ini. Lagi pula dalam
kebangkitan tidak ada seseorang memiliki memori yang lalu.
Lebih lanjut Tuhan Yesus menjelaskan bahwa dalam
kebangkitan seseorang akan memiliki tubuh yang baru, yaitu suatu tubuh
kemuliaan. Kita melihat saudara, satu bagian firman Tuhan Dalam 1 Korintus 15:40, 42 yang
menjelaskan kepada
kita bahwa, “Ada tubuh sorgawi dan ada tubuh duniawi, tetapi kemuliaan tubuh sorgawi
lain dari pada kemuliaan tubuh duniawi... Demikianlah pula halnya dengan
kebangkitan orang mati. Ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam
ketidakbinasaan.”
Dengan demikian, di dalam tubuh yang baru
berarti tidak ada memori yang lalu. Tidak akan ingat ini istri
saya, ini anak-anak saya. Cilaka saudara kalau selama hidupnya, seseorang
memiliki musuh tetangganya yang tidak disukai, Dan saat kebangkitan
nanti, ia akan menunggu untuk balas dendam, apa namanya sorga yang seperti
itu.
Kebangkitan
pastinya melewati kematian. Kematian adalah akhir dari
sebuah kenangan. Kematian adalah akhir dari segala
perjalanan kehidupan dalam kesementaraan. Dalam hal ini, kematian tidak
akan menyisakan apapun akan masa lalunya. Sehingga dalam tubuh
yang baru berarti tidak ada apa-apa lagi akan hal-hal yang lama.
Kalau
kita masih ingat bahwa ini adalah mantan
isteriku, oh ini adalah anak-anakku itu berarti masih
dalam
memori. Artinya kita belum mengalami yang namanya kematian. Tapi kalau
dalam tubuh yang baru, dikatakan tidak ada yang namanya memori yang lama. Itu
artinya semua hal yang ditinggalkan setelah kematian hanyalah sebuah
kenangan-kenangan semasa hidupnya.
Lagi pula orang-orang yang bangkit akan hidup
seperti malaikat di
sorga. Bukan berarti menjadi malaikat. Tetapi maksudnya adalah tidak
ada lagi batasan waktu dan ruang. Mereka sudah merdeka tanpa batas. Dengan
demikian, jelaslah bahwa pertanyaan orang Saduki itu adalah sesuatu yang tidak
relevan!
Dalam pemikiran yang sama sebenarnya Tuhan Yesus pernah
memperingatkan Petrus dengan keras dalam Matius 16:23. Ia
berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagiKu,
sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang
dipikirkan manusia.” Itulah yang dinamakan SESAT! Dimana
kesesatan
manusia adalah karena dia telah berpikir salah sehingga
doktrin yang
ia bawa pun menjadi salah. Jadi doktrin sangatlah
berpengaruh pada keselamatan. Kalau kita sesat, maka kita akan mati. Jadi sesat
bukanlah urusan sederhana.
Karena itu untuk meluruskan pola pikir yang salah dalam
orang-orang Saduki, Tuhan Yesus mulai dengan meletakkan satu prinsip – bahwa seluruh
pertanyaan itu dimulai dari suatu kesalahan dasar, yaitu kesalahan dalam
berpikir bahwa surga sama dengan bumi. Dan dalam berpikir tentang kekekalan
dalam istilah kekinian.
Maka jawaban Tuhan Yesus ialah bahwa setiap orang yang
membaca Kitab Suci harus mengerti bahwa pertanyaan ini sama sekali tidak
relevan karena surga bukan sekedar kelanjutan atau perpanjangan dunia ini. Disana
kelak ada hubungan-hubungan yang baru dan lebih agung, yang jauh melampaui
hubungan-hubungan jasmani di dunia sekarang ini.
Dalam hal ini Tuhan Yesus berusaha menjelaskan esensi
dari pengajaran yang benar. Tuhan Yesus berusaha untuk kembali
menarik
orang Saduki dan seluruh pendengarnya untuk balik kepada esensi yang
benar:
siapa yang asli sebagai pemilik Kerajaan Surga, siapa yang asli berada dalam
kebenaran Tuhan, siapa yang asli menjadi pengikut Allah yang benar, siapa yang
asli menjadi anggota tubuh Kristus, siapa yang asli yang betul-betul
diselamatkan dan mendapat hidup yang kekal yaitu dia yang betul-betul kembali
kepada Allah, yang setia kepada Kitab Suci, dan yang betul-betul mengakui
kedaulatan kuasa Allah.
Perhatikan saudara, bagaimana Tuhan Yesus mengutip
kebenaran firman dalam Keluaran 3:6, yang berkata: “Akulah Allah
ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.” Saudara, Allah Abraham,
Allah Ishak dan Allah Yakub adalah Allah orang hidup!
Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia adalah Allah orang hidup
dan bukan Allah orang mati. Bagi Musa, Allah adalah Allah yang hidup. Leluhur-leluhur
Musa memang sudah
mati secara fisik, tetapi mereka tetap hidup, maka Allah
adalah Allah mereka yang hidup sampai selama-lamanya.
Karena itu Allah yang hidup itu haruslah Allah dari manusia-manusia yang hidup
pula.
Jadi Kerajaan Surga adalah kerajaan dimana Allah
memerintah, kerajaan yang diperuntukkan bagi orang hidup bukan orang mati. Isu
ini sepertinya telah membuat orang Saduki semakin
terjepit.
Kalau mereka menolak kebangkitan, semua yang rohani, padahal
mereka
menerima semua yang bersifat material. Kalau mau konsisten seperti
itu maka Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub berarti Allah orang mati.
Kalau orang Saduki konsisten dengan konsep Allah yang bersifat materi maka
berarti Allah mereka harus kelihatan. Karena mereka menolak hal yang rohani
maka mereka tidak bisa bertemu dengan Tuhan Allah karena Allah ada di wilayah
roh. Karena mereka menolak kebangkitan, ketika mereka mati mereka pun tidak
bertemu dengan Tuhan Allah.
Semua
yang berkaitan dengan Allah, berkaitan dengan yang sudah mati dan bangkit. Karena
itu saat Tuhan
Yesus mengutip bagian dalam kitab Musa seperti halnya orang Saduki, seperti
Ia sedang menusuk
balik orang mereka: Siapakah Allahmu yang
sebenarnya? Menurut mereka, Allah haruslah riil, bisa jalan-jalan, yang
sebenarnya adalah diri mereka sendiri. Mereka tidak dapat bertemu dengan Allah
yang asli, mereka bertemu dengan Allah yang palsu yaitu Allah orang mati,
berarti mereka pun mati.
Dari sini kita melihat sebenarnya Tuhan Yesus sedang
memberikan
jawaban bukan sekedar menanggapi pertanyaan mereka.
Karenanya tidak heran jika orang-orang Saduki tidak
bisa lagi menjawab namun masalahnya mereka tidak mau
membuka diri terhadap kebenaran. Sebab
pada
akhirnya kita melihat merekalah bagian
dari penyaliban Tuhan Yesus.
Sidang jemaat yang saya kasihi,
Orang
yang menerima anugerah pastinya akan mengerti penjelasan Tuhan Yesus diatas dan
mengenal kebenaran. Orang yang mengerti anugerah seharusnya memiliki respon
yang bisa dipertanggungjawabkan, karena salah berespon berarti celaka. Orang
Saduki ketika dihantam dengan kebenaran Tuhan bukannya menerima tetapi langsung
menolak dan pergi, dia bukan mau dikoreksi tetapi semakin sengit dan berakhir
dengan menghantam Tuhan Yesus di kayu salib.
Ketika
orang Saduki mulai mementingkan implikasi iman mereka bukannya mengimplikasikan
iman mereka berdasarkan Taurat, tetapi mereka
mengimplikasikan iman berdasarkan teologi mereka. Teologi mereka, mereka
rumuskan, lama kelamaan teologi itu lepas dari Taurat lalu masuk ke dalam
filsafat. Inilah kecelakaan besar. Taurat hanya menjadi tempelan dari teologi
mereka.
Semua
orang yang mengatakan kalimat: jangan terlalu sibuk berdoa,
berpikirlah tentang dosa, kelahiran baru, masuk surga, dan
lain sebaginya, dapat dipastikan bahwa mereka adalah orang yang tidak hormat
kepada Tuhan. Sebaliknya mereka sedang menolak Firman,
mereka tidak mengakui wahyu Tuhan yang paling mutlak dan menggantinya dengan
filsafat. Karena itu supaya kita tidak tersesat dalam pola pikir yang salah,
penting bagi kita
untuk kembali
kepada Firman Tuhan dengan lebih teliti, dan menghargainya sebagai kebenaran
satu-satunya. Teologi adalah sarana untuk kita betul-betul kembali kepada
Firman. Teologi yang baik akan mengajak kita secara ketat dan akurat
mempelajari seluruh bagian Firman.
Teologi
yang salah justru seolah-olah memakai Alkitab untuk bermain secara topik,
memainkan bagian Firman Tuhan tertentu yang cocok dengan pikiran manusia,
tetapi tidak menuntut untuk kita mengakui Firman Tuhan sebagai kebenaran mutlak
secara komprehensif dan utuh.
Seberapa
jauh kita mau belajar setia kembali kepada Firman, masih melihat Tuhan mau
beranugerah, dan betul-betul mau rendah hati dibongkar, dikoreksi oleh Firman.
Jangan abaikan semua anugerah Tuhan. Mari kita belajar untuk berespon dengan
benar terhadap anugerah Tuhan.
Maka, sebenarnya apa yang dipertanyakan oleh orang Saduki,
telah dihancurkan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus telah melakukan apa yang tidak
mampu dilakukan oleh rabi-rabi paling bijak sekalipun. Dari Kitab Suci itu
sendiri Ia telah membantah orang Saduki, dan telah membuktikan kepada mereka
bahwa ada kehidupan sesudah kematian yang tidak boleh dipikirkan dalam
istilah-istilah duniawi.
Bagaimana dengan kita saudara, Bukalah diri untuk
kebenaran, karena bagi orang percaya, kematian bukanlah akhir dari hidup namun
justru merupakan awal kehidupan yang sebenarnya bersama Allah di dalam
kekekalan. Biarlah dengan kebenaran firman Tuhan ini, kita semakin
dibuat Allah mengerti dan iman kita semakin bertumbuh di dalam Tuhan. Dan kita
dimampukan untuk percaya bahwa Alkitab adalah satu-satunya kebenaran yang tidak
bisa diganggu gugat, karena Ia adalah firman Allah. Amin.