JANGAN MENGUCAPKAN SAKSI DUSTA TENTANG SESAMAMU
(Keluaran 20:16)
Bapak, ibu, sdr.i yang terkasih
Hari ini kita kembali membahas 10 hukum.
Dan pada hari
ini kita masuk dalam pembahasan hukum
ke-9 yaitu yang berbicara tentang
“Jangan
mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”. Saudara, berbicara
tentang dusta, Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa kata “dusta” berarti “perkataan
yang tidak benar”, sedangkan “berdusta”
berarti “mengatakan hal yang tidak benar, berbohong”. Kedua-duanya memiliki pengertian yang hampir mirip.
Bapak/ ibu/ sdr yang kekasih,
Dalam kehidupan
sehari-hari kita, sadar atau tidak sadar, seringkali kita pun
sering melakukannya. Kita sering tergoda
untuk mengatakan hal-hal yang tidak jujur dalam kehidupan kita dengan berbagai
macam motif dan alasan. Baik kepada diri sendiri, kepada keluarga, pasangan
kita atau pun rekan kerja. Jika kita merujuk pada hasil penelitian sebuah
lembaga survei beberapa tahun yang lalu, tampaknya berdusta sudah menjadi cara
hidup yang lazim yang dianut oleh kebanyakan orang. Beberapa
tahun yang lalu sebuah penelitian membuktikan bahwa 91% orang telah biasa
berdusta berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sepele; 36% orang berdusta
mengenai hal-hal yang penting; 86% mengaku sering berdusta kepada orangtua; 75%
berdusta kepada teman-teman; 73% kepada saudara kandung; dan 69% kepada
pasangannya.
Bapak, ibu, sdr.i yang terkasih
Firman Tuhan hari ini memerintahkan kita untuk
senantiasa mengatakan kebenaran tanpa disertai embel-embel berbohong dengan
alasan apapun juga dan dengan resiko apapun. Dalam hal inilah firman Tuhan
dalam Amsal
13:5 pun berkata, “Orang benar
membenci dusta, tetapi orang fasik memalukan dan memburukkan diri”. Serta
dalam Kolose
3:9 dijelaskan bahwa, “Jangan lagi
kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta
kelakuannya”. Dari sini kita melihat saudara, bahwa perintah
larangan berbohong atau berdusta ini adalah sebuah perintah yang mutlak, tidak
bisa ditawar. Itu sebabnya dalam hukum ke-9 mengatakan “Janganlah sekali-kali engkau mengucapkan saksi
dusta tentang sesamamu.” Hal ini
sama artinya bahwa orang yang mengaku beriman mesti belajar tahu apa yang menjadi
kebenarannya, bahwa ia harus senantiasa menjaga hidupnya benar.
Jadi saudara, mengatakan kebenaran sudah
seharusnya menjadi salah satu ciri utama dari seorang pengikut Kristus.
Dalam Kolose 3:9
tadi diungkapkan bahwa orang-orang percaya tidak boleh berdusta, karena ia
telah "menanggalkan
manusia lama serta kelakuannya." Artinya
perbuatan dusta bukanlah ciri khas kehidupa anak Tuhan. Sebaliknya saat
seseorang berdusta, itu berarti dia sedang mengikuti jejak Setan. Karena Setan
adalah “bapa
segala dusta" (Yohanes 8:44).
Bapak, ibu, sdr.i yang terkasih
Sesungguhnya dusta lebih berkenaan dengan pemikiran-pemikiran
yang salah, yang menyangkal sebuah fakta sehingga seseorang mengira dengan
sikapnya ia dapat menyembunyikan kesalahan dan melindungi diri dari kebenaran.
Padahal kenyataannya tidaklah demikian!
Orang yang kehidupannya selalu penuh dengan dusta justru hanya akan memperberat
masalah. Di sisi yang lain, pengakuan yang jujur adalah cara tercepat untuk
mendapatkan pengampunan dan membuat kita kembali pada pimpinan dan pemeliharaan
Allah. Sekarang mari kita perhatikan apa yang diungkapkan firman Tuhan dalam 1
Yohanes 1:9, “Jika
kita mengaku dosa kita maka Ia adalah setia dan adil sehingga Ia akan
mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”.
Firman Tuhan sangat jelas mengungkapkan bahwa kejujuran kita mengenai dosa yang
telah kita lakukan, memberikan peluang akan pengampunan Allah berlaku atasnya.
Sebaliknya, jika seseorang berkelit dan
pura-pura tidak berdosa, maka sesungguhnya ia membuat Allah menjadi pendusta
dan firman-Nya tidak ada di dalamnya. (1 Yohanes 1:10).
Dr. Joseph Stowell
seorang pimpinan Moody Bible Institute
berpendapat: “Berterus terang mengatakan
kebenaran adalah hal yang tidak mudah dilakukan. Budaya kita sekarang ini telah
beralih kepada etika kepuasan diri sendiri, yang mana banyak
kesalahan-kesalahan yang tidak hanya ditoleransi tetapi juga dianjurkan sebagai
hal yang benar. Sebagai akibatnya, banyak dari kita yang merasa nyaman jika
kita berbohong atau tidak berterus terang kepada orang lain.”
Bapak, ibu, sdr.i yang terkasih
Kebenaran memiliki banyak nilai-nilai
penting. Kebenaran adalah dasar untuk sebuah kepercayaan, integritas, iman,
keamanan dan stabilitas. Pada waktu kebenaran diganti dengan kebohongan, maka
nilai-nilai tersebut akan menjadi hancur dan menghilang dari kehidupan orang
tersebut. Di sisi lain, kebohongan adalah teman baik dari ketidak-percayaan,
kecurigaan, keraguan, kekacauan, pertikaian, dendam, kebencian dan kemarahan.
Jadi kapanpun kebohongan menggantikan
kebenaran, maka kebohongan akan menyingkirkan kebenaran. Dari sini sebenarnya kita
mesti mengetahui kebenarannya bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang adil. Tuhan
kita mau setiap kesaksian diberikan untuk pengadilan memberikan keputusan yang
tepat untuk orang yang bersalah.
Itu sebabnya saksi menempati posisi yang sangat
penting bagi hakim dalam
menimbang suatu perkara dalam pengadilan. Seorang saksi harus memberitakan apa
yang dia lihat, apa yang dia tahu, apa yang dia amati, supaya pengadilan dapat memutuskan
perkara dengan tepat.
Saudara, di dalam Alkitab banyak sekali
contoh-contoh dapat kita temukan tentang bagaimana dosa bersaksi dusta, seringkali
membawa dampak buruk baik terhadap diri sendiri ataupun terhadap orang lain.
Salah satu contoh dapat kita lihat dari Perjanjian Lama yaitu tentang peristiwa
kematian Nabot sebagai dampak dari niat jahat isteri Ahab yang menyuruh
seseorang untuk mengemukakan kesaksian palsu tentang Nabot (1 Raja 21:1-29).
Saat itu, ketika Raja Ahab tergiur dengan kebun
anggur milik Nabot orang Yizreel, Raja Ahab berniat untuk membelinya, padahal
dia sendiri memiliki kebun anggur yang sangat subur. Ahab berkata: “Berikanlah
kepadaku kebun anggurmu dengan bayaran uang atau jika engkau lebih suka, aku
akan memberikan kebun anggur kepadamu sebagai gantinya” (1 Raja 21:6).
Namun saat niatnya untuk membeli kebun anggur Nabot, Nabot malah mengatakan “bahwa ini adalah
tanah warisan, sebagaimana yang diperintahkan Tuhan. Dan tanah warisan tidak
boleh diperjualbelikan kepada siapa pun.” Mendengar pernyataan dari
Nabot, akhirnya Ahab menjadi marah, dia pulang ke istananya, ia masuk ke dalam kamar,
mengunci diri dan tidak mau makan.
Melihat kejadian ini, Izebel isteri dari Ahab,
bertindak untuk membela suaminya dengan satu rencana jahat di mata Tuhan. Serta
menjanjikan bahwa keinginan suami pasti akan terkabul. Sehingga dengan
diam-diam dia mengumpulkan orang-orang jahat dan dan merencanakan sebuah
pembunuhan dengan alibi tuduhan palsu. Ia menulis sebuah surat atas nama Ahab.
Dalam surat itu ditulisnya demikian: “Maklumkanlah puasa dan suruhlah Nabot duduk paling depan
di antara rakyat. Suruh jugalah dua orang dursila duduk menghadapinya, dan
mereka harus naik saksi terhadap dia dengan mengatakan: Engkau telah mengutuk
Allah dan raja. Sesudah itu bawalah dia keluar dan lemparilah dia dengan batu
sampai mati” (1 Raja 21:9-10).
Setelah didengarnya bahwa Nabot telah mati
terbunuh, maka datanglah Izebel menghampiri Ahab sambil berkata: “Bangunlah
ambillah kebun anggur Nabot, orang Yizreel itu, menjadi milikmu, karena Nabot
yang menolak memberikannya kepadamu dengan bayaran uang, sudah tidak hidup
lagi, ia sudah mati” (1 Raja 21:15).
Kita melihat saudara bagaimana kekuatan
dusta, mengakibatkan hilangnya nyawa seorang yang baik. Dosa yang ditimbulkan
dalam hati, ketika sudah meracuni pikiran pada akhirnya hanya akan menghasilkan
sebuah tindakan dosa. Sehingga dosa selalunya membuahkan dosa yang baru, jika
hal itu tidak diselesaikan di hadapan Tuhan.
Begitu pula respon Tuhan saat melihat dosa
yang ditimbulkan oleh Izebel, Tuhan marah sekali dengan tindakan Ahab yang
tidak berprikemanusiaan, sehingga Ia memerintahkan Nabi Elia untuk pergi
menghadap Ahab sambil menyampaikan nubuat tentang penghukuman baginya. Elia
berkata: “Beginilah
firman Tuhan: Di tempat anjing menjilat darah Nabot, disitu jugalah anjing akan
menjilat darahmu” (1 Raja 21: 19). Semua ini saudara, dibuat Tuhan
karena sakit hati-Nya atas dosa yang ditimbulkan Ahab di tengah-tengah orang
Israel. Tuhan juga menulahi Izebel dengan sebuah kutukan bahwa “anjing akan
memakan izebel di luar tembok Yizreel” (1 Raja 21:23). Dari sini
kita melihat bapak/ ibu, bahwa dosa karena dusta bukanlah sebuah perkara sepele
di hadapan Tuhan.
Terlebih jika dusta itu berkenaan dengan
penghinaan nama Tuhan. Inilah yang dimaksudkan dengan bersaksi dusta dan karena
itu Tuhan sangat membenci akan dosa ini.
Bapak/ ibu/ sdr yang kekasih,
Jika kita percaya bahwa Tuhan berdaulat
atas kehidupan kita serta memercayai tindakan-Nya untuk mengasihi dan
memelihara kita dalam segala hal, maka seharusnya kita tidak boleh berbohong
untuk mencoba memanipulasi keadaan hidup kita. Kebohongan tentang keadaan hidup
kita di hadapan sesama, sama artinya sebuah penyangkalan bahwa Tuhan berdaulat
atas kehidupan kita. Karena itu marilah kita belajar mengendalikan diri kita
dan belajar untuk bersikap jujur dengan segala keadaan yang kita rasakan.
Saudara, hukum ke-9 ini juga dapat
berhubungan dengan lidah sebagaimana yang disebutkan oleh Yakobus 3:1-12. Prasangka
buruk dan manipulasi yang timbul dalam pikiran kemudian dilanjutkan dengan
sebuah kata-kata juga akan melahirkan dusta. Ketika seseorang berdusta dalam
hatinya, maka dosa itu hanya dapat diketahui oleh Tuhan, karena Tuhan mengenal
hati manusia. Akan tetapi dusta yang timbul dari sebuah perkataan baru
dimengerti oleh sesamanya. Masalahnya saudara, seringkali orang berpikir bahwa
berdusta adalah dosa yang kecil jika dibandingkan dengan berjinah, mencuri atau
membunuh. Mengapa saudara, karena manusia berdosa sudah kehilangan standar
moral sehingga tidak bisa lagi dapat menilai esensi sebuah dosa.
Akibatnya timbul pertimbangan dosa kecil
dan dosa besar. Dan dosa dusta dipahami sebagai dosa kecil. Faktanya tidaklah
demikian! Semua bentuk dosa di mata Tuhan esensinya sama. Tidak ada dosa kecil
dan dosa besar, tidak ada dusta demi kebaikan. Semua yang namanya dosa adalah
kekejian di mata Tuhan. Dan upah dosa adalah maut.
Dalam hal ini, maka sebagai orang Kristen
biarlah kita selalu berkata yang benar, penuh hikmat dan pertimbangan sehingga
kita mampu menguasai lidah kita.
Bapak, ibu, sdr yang kekasih
Mengatakan yang benar mengenai orang lain
dan mengatakan kebenaran setiap saat adalah sikap yang berarti bagi Allah.
Allah menyukai kebenaran, sebagaimana diri-Nya adalah Kebenaran. Karena itu Dia
hanya mengatakan apa yang benar. Tuhan Yesus, Anak Allah, juga menyebut diri-Nya
sebagai “Jalan,
kebenaran dan Hidup”. Hal inilah yang memper-lihatkan kepada kita
bahwa sesungguhnya Tuhan tidak suka dengan yang namanya dusta atau bohong.
Karena Dia adalah kebenaran yang sejati. Oleh karena itu Dia pun menghendaki
dan merindukan agar kita sebagai anak-anak-Nya dapat hidup di dalam kebenaran
itu. Dengan demikian, ketika hukum Allah melarang suatu hal, hukum itu juga
memerintahkan yang sebaliknya. Kita tidak boleh memiliki keinginan untuk
mendengarkan apa yang dikatakan orang lain mengenai keburukan orang lain.
Kita mungkin tidak akan pernah berkata
bahwa kita menginginkan orang berbuat jahat, tetapi dengan bersemangat
mendengarkan kabar yang jahat mengenai orang lain pun sudah membuat kita
terlihat bersukacita di dalam kejahatan. Kita harus bergemar di dalam
mendengarkan hal-hal yang baik mengenai orang lain, bukannya cerita mengenai
perbuatan jahat. Jika kita selalu berhati-hati untuk melakukan yang benar dan
menghindari berbuat salah, kita akan memiliki hati nurani yang bersih.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Manusia suka memikirkan kasih Allah. Tetapi
kita tidak pernah memikirkan apa yang dibenci Allah, oleh karena itu kita juga
harus mempertimbangkan hal ini agar kita dapat menghindari apa yang dilarang-Nya.
Oleh karena itu apa yang kita katakan
mengenai orang lain sangatlah serius. Allah menghendaki agar kita berhati-hati
dalam membicarakan orang lain.
Kata-kata kita yang diucapkan secara
sembrono dapat sangat melukai orang lain. Kita perlu untuk berhati-hati
terutama untuk tidak mengatakan hal-hal yang tidak benar mengenai orang lain.
Karena ini menyangkut reputasi kita. Kadang kala reputasi dibuat berdasarkan
fakta. Kadang reputasi di buat berdasarkan apa yang dikatakan orang yang mungkin
tidak benar. Reputasi atau penilaian diri itu sangat penting. Jika kita
memiliki reputasi yang baik, orang lain akan menghormati kita dan akan
memuliakan Allah, karena kita berkata bahwa kita adalah milik-Nya. Perintah ini
memanggil kita untuk berbuat semampu kita untuk melindungi reputasi kita
sendiri dan reputasi orang lain. Kita merusak reputasi orang lain ketika kita
menyebarkan hal-hal yang buruk yang kita dengar mengenai orang itu.
Bapak,ibu,sdr yang terkasih
Oleh
karena itu kesaksian yang jujur dan benar sangat di butuhkan, terutama karena
si tertuduh bertanggung jawab membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Orang yang
mengucapkan saksi dusta akan merugikan dia dan menyebabkan dia menderita
hukuman yang tidak patut. Pastilah dia merugikan orang banyak karena masyarakat
menjadi tidak aman dan damai. Orang yang berdusta untuk keuntungan sendiri
biasanya merugikan orang lain dan sudah jelas melanggar firman Tuhan. Karena
itulah, biarlah melalui kebenaran firman Tuhan ini, kita dapat belajar untuk
senantiasa berkata jujur terhadap diri sendiri, jujur terhadap orang lain
terlebih lagi jujur terhadap Allah. Dengan demikian, kehidupan kita akan
senantiasa dipelihara oleh Tuhan. Amin.