DOSA KARENA LIDAH
Yakobus 3:1-12
Sidang jemaat yang kekasih,
Bulan
Mei ini kita masih membahas tema besar “Firman yang menyatakan kesalahan bagi
sesama.” Dan minggu ini kita masuk dalam topik mengenai “lidah”.
Saudara,
Lidah manusia adalah struktur berotot yang terletak pada bagian lantai mulut,
yang memiliki banyak fungsi. Disatu sisi saudara, lidah kita berfungsi
sebagai alat untuk mengecap. Artinya lidah dipakai untuk menggambarkan setiap
rasa yang masuk di dalam mulut. Lidah juga digunakan untuk membantu
menghaluskan setiap makanan yang masuk dalam mulut kita.
Tetapi saudara lidah bukan
hanya difungsikan untuk hal-hal yang berhubungan dengan makanan. Lidah yang
kita miliki secara khusus juga dapat dipakai sebagai sarana komunikasi.
Dengan
bantuan organ penghasil suara lainnya, lidah berperan untuk menghasilkan
huruf-huruf ketika kita bersuara. Dengan adanya lidah, kita dapat membentuk
huruf-huruf yang akan diucapkan, sesuai dengan keinginan kita. Sebaliknya, tanpa
lidah seseorang akan kesulitan untuk berbicara.
Untuk itu saudara, karena
Allah melihat lidah merupakan salah satu hal yang penting dalam tubuh kita, Allah
memperlengkapi organ disekitar mulut kita dengan sebuah lidah.
Masalahnya bapak/ ibu yang
kekasih, seringkali kita mendapati, seseorang begitu licinnya dalam menggunakan
lidah. Jika seorang tidak mampu menahan
lidahnya, dia akan menjadi sumber malapetaka bagi masyarakat.
Karena satu kalimat yang benar dapat membangun iman, memberi
pengharapan dan cinta kasih, tetapi satu kalimat yang tidak benar pula bisa
merusak relasi, keharmonisan yang ada. Jika demikian saudara, pastinya kita setuju bahwa tidak ada satu pun anggota tubuh yang lebih
besar pengaruhnya dari lidah, bukan?
Dalam hal inilah Yakobus
melihat, seringkali seseorang mudah jatuh dalam dosa karena lidah. Dosa-dosa
itu termasuk kata-kata yang keras dan tidak ramah, perkataan yang penuh dusta,
pernyataan yang berlebihan, pengajaran palsu, kata-kata fitnah, bergosip,
membual, dan lain sebagainya. Karena itulah Yakobus berusaha mengingatkan pembacanya
termasuk kita yang hadir hari ini betapa licinnya lidah, dan besarnya kuasa
lidah serta pengaruhnya dalam kehidupan kita.
Kalau kita memperhatikan seluruh isi Alkitab, Hanya dalam Yakobus
3 inilah kita mendapati satu-satunya pasal yang membahas perkara lidah secara
panjang lebar.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Mengawali pembahasan dalam pasal 3 ini, Yakobus mengutarakan
mengenai tanggung jawab seorang pengajar. Dikatakan: “Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang
di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan
dihakimi menurut ukuran yang lebih berat” (ayat 1).
Saudara, apa yang melatar belakangi pembahasan Yakobus ini?
Kita tahu bahwa penerima Surat
Yakobus adalah orang Kristen Yahudi yang tersebar di seluruh tempat perantauan (Yakobus 1:1). Hal ini didukung pula oleh banyaknya pertemuan berkala di rumah-rumah ibadah (2:2).
Saudara, sebagian besar jemaat penerima surat ini adalah orang-orang
yang
miskin. Munculnya diskriminasi dan kesenjangan sosial yang cukup menonjol
antara yang kaya dan miskin menjadi masalah
tersendiri di kalangan jemaat. Ditambah lagi pada masa itu, seorang pengajar
memainkan peranan penting dalam kehidupan gereja mula-mula selain dari
para rasul dan nabi (1 Korintus 12:28). Para pengajar gereja mula-mula
dipercayai memainkan tugas penting dalam menyampaikan ajaran kekristenan
(2 Timotius 2:2).
Masalahnya saudara, karena pada masa itu tidak banyak yang bisa membaca dan
kecil kemungkinan bagi masyarakat kelas bawah untuk bisa menduduki posisi
tersebut, maka posisi sebagai guru sangat dipandang dan memiliki gengsi yang tinggi. Hal inilah yang membuat orang-orang dalam jemaat berbondong-bondong untuk menjadi seorang pengajar.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan panggilan seseorang
sebagai tenaga pengajar. Dalam hal ini Yakobus tidak bermaksud melarang
seseorang untuk terpanggil khusus sebagai guru, tetapi yang
dia maksudkan disini adalah lebih menekankan pada keseriusan dan
motivasi dalam menjalankan panggilan sebagai guru.
Sebab dalam jemaat, ada orang-orang yang merasa diri lebih
pintar dari yang lain, dan pada akhirnya hanya berusaha mengkritik atau
menghakimi orang lain. Banyak jemaat yang hanya ingin menjadi penonton dan
menilai orang lain, hingga tanpa ia sadari apa yang dilakukannya adalah satu
kesalahan.
· Ada orang yang melakukannya
pada saat yang salah. Misalnya ia menegur/ mengkritik orang pada
saat orang yang bersangkutan sedang sakit, sedih, sumpek, marah, atau pada saat
dimana orangnya sebetulnya justru membutuhkan penghiburan, tetapi yang terjadi
ia malah di kritik.
· Ada orang yang melakukannya
dengan cara yang salah. Misalnya:
saat ia menegur dengan surat kaleng (ia tidak berani menyatakan identitasnya
dengan terang-terangan), atau menegur seseorang dengan kasar di depan umum
untuk dosa-dosa yang sebetulnya harus ditangani secara pribadi.
· Ada pula yang melakukannya
dengan motivasi yang salah. Motivasi
yang benar adalah dengan kasih. Kalau satu hal ini ada, maka apa yang kita
lakukan dalam menegur pastinya dengan satu maksud yaitu demi kebaikan orang
yang kita tegur. Tetapi kalau kasih tidak ada dalam diri kita, yang terjadi
adalah kita menegur untuk menghancurkan dia, atau sekedar untuk melampiaskan
amarah kita.
Karena
itu saudara, mari kita renungkan, mengapa kita memusuhi seseorang? Mengapa
terjadi perselisihan dalam gereja? Mengapa suami-isteri sering bertengkar?
Anak-anak menjadi tidak menghormati orangtua? Jawaban-nya hanya satu, karena lidah
kita pernah mengucapkan kata-kata yang tidak beres.
Dengan demikian saudara, saya merasa pengajaran yang kita
dapatkan hari ini sangat penting: bahwa lidah yang tidak terkontrol, atau yang
terlalu cepat berkata-kata, pastinya akan mengacaukan segalanya. Di seluruh Alkitab,
tak ada bagian yang membahas soal mengontrol lidah lebih tegas dari pada pasal
ini.
Mengapa ada hamba Tuhan yang kotbahnya tidak karuan, karena
pastinya disebabkan oleh lidah yang tidak dikendalikan oleh kebenaran. Mengapa
pemuda-pemudi menjadi rusak, karena papa-mamanya, atau gurunya memberikan
pengajaran yang salah. Mengapa orang-orang berani melakukan tindakan yang
merugikan orang lain, karena pastinya ia sendiri tidak pernah mendapatkan
pengajaran yang benar.
Kondisi inilah yang mendorong Yakobus untuk menekankan konsekuensi yang akan
dihadapi oleh seorang pengajar, karena elemen utama dalam mengajar
adalah lewat perkataan. Dikatakan: “Sebagai guru, kita akan dihakimi menurut ukuran yang
lebih berat” (ayat 1). Karena itu saudara-saudara, hal ini
menjadi peringatan keras bagi para pengajar rohani untuk
lebih berhati-hati
dan bertanggung jawab dalam memberikan pengajarannya karena kegagalan dalam
memberikan pengajaran yang tepat akan menerima hukuman yang lebih berat (Lukas 12:48).
Sidang jemaat yang kekasih,
Faktanya saudara di ayat 2 dikatakan bahwa “kita semua
bersalah dalam banyak hal, termasuk dalam perkataan.” Jika seseorang tidak bersalah dalam
perkataannya maka ia adalah orang yang sempurna, karena
dapat mengendalikan seluruh tubuhnya.
Apa maksudnya saudara? Apakah orang yang mampu mengendalikan
lidahnya adalah seorang yang tidak pernah melakukan dosa? Tidak saudara! Tetapi
kata ini, lebih diartikan dalam konteks memiliki karakter yang dewasa
dan utuh, bukan orang yang tidak pernah melakukan dosa. Maksudnya adalah seorang yang sempurna dalam perkataannya akan juga dapat “mengendalikan seluruh tubuh”. Karena ia memiliki kemampuan untuk menghadapi setiap ujian dan
pencobaan dan bisa mengontrol diri terhadap kejahatan yang menyerang (1:12-15).
Masalahnya adalah tidak ada anggota tubuh kita yang lebih
berbahaya selain daripada lidah. Mata yang salah melihat memang bisa mendatangkan
malapetaka. Hal ini terbukti dari kasus Daud yang melihat Betsyeba yang sedang
mandi, dan akhirnya hidupnya menjadi rusak. Telinga yang salah mendengar, juga
bisa berbahaya. Tapi lidah yang tidak terkendali bisa mendatangkan bahaya yang
lebih konkret dan lebih menakutkan. Itu sebabnya, jika seseorang berhasil
mengendalikan lidahnya; tidak pernah salah dalam menggunakan kata-katanya, maka
ia adalah seorang yang sempurna.
Saudara untuk memperjelas pengajaran ini, Yakobus memakai dua ilustrasi yang positif. Contoh yang dipakai Yakobus adalah contoh yang sudah
lazim digunakan dalam kehidupan
masyarakat, yaitu mengenai (kuda dan kapal).
Kekang adalah suatu benda berukuran
kecil yang dipasangkan pada mulut kuda.
Hingga saat kekang ini dipasang, kuda tidak dapat berbuat apa-apa kecuali menurut kehendak
orang yang mengendalikannya (ayat 3).
Demikian juga dengan kemudi, ini adalah suatu alat yang kecil yang terdapat pada ujung
pasak kemudi. Bila dibandingkan dengan ukuran kapal dan kekuatan tenaga
angin, kemudi yang kecil itu akan mampu mengendalikan kapal yang besar sesuai dengan keinginan dari juru mudinya (Ayat 4).
Saudaraku,
Pengendalian atas lidah diibaratkan
seperti pengendalikan pada kekang dan kemudi. Kekang dan kemudi mempunyai kuasa untuk
mengarahkan, yang berarti kekang dan kemudi mempengaruhi kehidupan orang lain. Kata yang dipakai untuk kata kendali adalah “Philo” yang
merujuk pada akal manusia. Akal berfungsi untuk mengendalikan setiap perkataan. Dan akal yang
sehat, akal yang telah dibaharui itu sendiri dikendalikan oleh Kristus
sehingga kehidupan menjadi selamat.
Dengan demikian bapak/ ibu yang kekasih, kedua contoh ini
mengingatkan kepada kita bahwa lidah menentukan arah hidup kita, dan karenanya kita
harus menggunakannya dengan hati-hati, dengan jalan mengatakan kata-kata yang
benar dan membangun.
Pada sisi yang lain saudara, kalau lidah tidak dikendalikan
keadaannya justru akan menghancurkan sesuatu. Disini Yakobus menggunakan
istilah api. Dikatakan: “Lihatlah, betapa pun kecilnya api, ia dapat membakar
hutan yang besar” (Ayat 5). Saudara,
kata “hutan”
dalam bagian ini lebih mengarah pada semak-semak yang mengelilingi kebanyakan
bukit di Palestina, dalam iklim Mediteranian yang kering, semak-semak akan sangat mudah terbakar bila ada percikan api yang kecil saja.
Kita perhatikan saudara, analogi yang dipakai dalam perikop ini makin lama makin besar, mulai dari kuda, kapal lalu hutan. Kenyataannya,
api bukan saja membakar sebatang pohon besar tapi banyak pepohonan di dalam
hutan dan dampaknya semakin meluas.
Saudara,
Kejadian ini pernah kami rasakan ketika kami masih berada di
Selat Panjang, Riau. Saudara, Selat Panjang merupakan daerah yang banyak
mengandalkan curah hujan. Namun, minimnya curah hujan seringkali memicu
terjadinya kebakaran hutan. Dan akibatnya kepulauan Riau, seringkali dipenuhi
kepulan asap yang mengganggu aktivitas keseharian kami selama beberapa minggu.
Dalam hal ini, Yakobus menggunakan empat kata kunci untuk
mendeskripsikan potensi lidah sebagai api yang merusak yaitu dunia kejahatan,
anggota tubuh, roda kehidupan, dan api neraka
(Ayat 6).
Demikianlah lidah yang tidak terkontrol merupakan wujud dari kejahatan
yang berasal dari dorongan hati yang paling
dalam namun mampu menyebar hingga ke seluruh tubuh. Sumber masalah yang sesungguhnya adalah pikiran dan keinginan manusia yang
membuat lidah menjadi jahat dan membawa dampak pada seluruh keberadaan manusia.
Karena
itu bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan.
Perlu
kita ketahui bahwa lidah menghasilkan perkataan, dan di dalam perkataan ada
kekuatan yang tersimpan, yang menghasilkan “buah”, dan buah itulah yang akan kita
nikmati dalam kehidupan. Artinya setiap perkataan, entah yang positif, atau
negatif pastinya akan berdampak bagi hidup.
Hanya
masalahnya adalah, lidah merupakan bagian tubuh yang sulit untuk dikendalikan.
Dalam Ayat 7-8 menjelaskan
kepada kita bahwa semua jenis binatang buas mampu dijinakan oleh manusia,
tetapi tidak demikian dengan lidah. Dikatakan “Semua jenis binatang liar, burung-burung,
serta binatang-binatang yang menjalar dan binatang-binatang laut dapat
dijinakkan oleh sifat manusia, tetapi tidak seorangpun yang berkuasa
menjinakkan lidah” (ayat 7-8)
Hal ini menunjukkan kepada
kita bahwa tidak ada seorangpun yang dapat berkuasa atas lidahnya selama dia
tidak menyerahkan lidah dan hidupnya kepada Tuhan.
Ayat 7-8 merupakan kontras antara ketidakmampuan manusia
dalam menjinakkan lidah dengan kemampuan manusia menjinakkan binatang.
Memang kita ketahui, bahwa manusia telah diberikan mandat oleh
Tuhan Allah untuk menguasai binatang baik di darat, laut maupun udara (Kejadian 1:28). Dan dalam hal ini kita melihat,
banyak hal yang mampu dilakukan oleh manusia dalam menjinakkan binatang.
Namun tidak demikian halnya dengan lidah, nyatanya
“tidak ada seorangpun yang mampu mengen-dalikan lidah. Ia
adalah sesuatu yang buas, yang tidak terkuasai dan penuh racun yang mematikan”
(Ayat 8).
Dalam hal inilah, kedaulatan Allah sangat
dibutuhkan. Hingga lidah yang dikuasai oleh
Allah akan mampu dikuasai
oleh manusia.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Lidah seseorang diciptakan
Allah hanya satu. Tidak ada seorangpun yang diberikan hak istimewa dengan
memiliki dua lidah, kecuali ular yang lidahnya bercabang dua.
Namun uniknya Alkitab
menjelaskan kepada kita, walaupun lidah kita hanya satu, namun “dengan lidah
kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang
diciptakan menurut rupa Allah” (ayat 9).
Saudara, Yakobus memperlihatkan kepada kita adanya
ketidakkonsistenan yang terjadi dalam lidah. Disatu sisi seseorang mampu untuk
menaikan pujian terhadap Allah yang merupakan perkataan
yang memiliki makna yang tinggi. Namun disisi lain, dengan lidah yang sama ia
juga mampu mengutuk yang mencerminkan perkataan yang terendah, kotor dan tidak mulia.
Padahal, perkataan menjadi barometer atas kehidupan spiritual
seseorang; dan mencerminkan apa yang ada di hatinya. Dengan adanya hati yang tidak
konsisten dan mendua, akan mencerminkan ketidakkonsistenan dalam
perkataan.
Dari sini kita harus
pahami, bahwa sesungguhnya Allah menghendaki agar kita mengerti untuk tujuan apa
Allah menciptakan lidah. Tujuannya tidak lain adalah supaya kita dapat memuji
Dia, memuliakan Dia melalui mulut kita. Dan kitapun dapat menjadi berkat bagi
sesama kita.
Sama halnya dengan
pernyataan Firman Tuhan dalam Yakobus 1:19, yang mengingatkan bahwa “setiap orang
hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata dan juga
lambat untuk marah.”
Jika demikian apa yang harus kita lakukan? Yakobus
mengakhiri pengajarannya dengan beberapa pertanyaan retoris. Pertanyaan retoris yang dikemukakan Yakobus, mengindikasikan
satu kesimpulan yang utuh bahwa biar bagaimana pun perkataan haruslah konsisten.
Dalam ayat 11-12 Yakobus
mengatakan: “Adakah
sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama?
Saudara-saudaraku, adakah pohon ara dapat menghasilkan buah zaitun dan adakah
pohon anggur dapat menghasilkan buah ara?”
Keduanya pastinya menginginkan jawaban TIDAK! Mata air asin tidak mungkin
mengeluarkan air tawar. Mata air itu diilustrasikan seperti hati. Bila pikiran
dalam hati baik, maka perkataan yang keluar juga baik, demikian sebaliknya. Hati yang tidak benar di hadapan Tuhan akan menghasilkan
perkataan yang tidak berasal dari Tuhan. Jadi hati yang diperbaharui akan mampu
menghasilkan perkataan yang murni, konsisten dalam kemurnian ucapannya (walaupun tidak
sempurna).
Karena
itu saudaraku, ada beberapa cara bagaimana kita dapat menjaga lidah kita dengan
baik, agar kita tidak jatuh dalah dosa karena lidah:
· Pertama, sebelum kita mengatakan sesuatu, pikirkanlah: “apakah perkataan
yang akan saya katakan ini sudah benar?” Banyak perkataan yang enak
di dengar, namun itu berasal dari informasi yang tidak benar.
· Kedua, “pantaskah apa yang saya
katakan ini?” Saudara, banyak perkataan sesuai dengan situasi
untuk diucapkan, namun sebenarnya tidak pantas untuk diutarakan. Misalnya kita
melihat seseorang yang sering sakit, maka perkataan yang tidak pantas kita ucapkan
adalah: “kamu
memang sering sakit-sakitan ya, makanya jaga kesehatan!” saya yakin,
perkataan ini tidak akan membangun bahkan akan melukai hatinya.
· Ketiga, pentingkah apa yang saya
katakan ini? Terkadang ada hal yang nyata, namun tidak penting
untuk dikatakan.
· Dan
yang keempat,
bergunakah apa yang saya katakan ini? Banyak
perkataan yang sebenarnya tidak berguna untuk dikatakan. Dengan proses empat
langkah ini, kita dapat menjaga lidah kita dari setiap perkataan yang sia-sia.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Lidah memang merupakan salah
satu anggota tubuh yang kecil, tetapi dapat menjadi penyebab kesulitan yang
terbesar jika kita salah dalam memper-gunakannya. Salah menggunakan lidah, maka
itu dapat menjadi malapetaka buat kita. Tetapi jika kita benar dalam
mempergunakan lidah kita, maka itu dapat menyelamatkan banyak orang.
Seringkali kita kurang
bisa mengendalikan lidah kita sehingga tanpa kita sadari kita mengucapkan
kata-kata yang sangat menyakitkan buat orang lain. Karena itu supaya kita tidak
selalu jatuh dalam dosa karena lidah maka penting bagi kita untuk memberikan lidah
dan hati setiap hari kepada Tuhan untuk senantiasa dikuduskan olehNya.
Memang kelihatannya tidak
semudah untuk diajarkan. Namun percayalah bukan kekuatan kita yang mampu
mengontrol Tuhan, tetapi kita memohon supaya Allahlah yang senantiasa
mengontrol setiap perkataan kita, supaya melalui perkataan kita banyak orang
yang diberkati Allah. Dan hidup kita dapat memuliakan namaNya. Amin