TUHANLAH YANG BERJALAN DI DEPANMU
Ulangan 9:1-6
Sidang jemaat yang dikasihi Tuhan
Dalam kehidupan seseorang, pastinya ada masa-masa dimana ia
mengalami yang namanya kegagalan, dan juga ada masa-masa dimana ia mengalami
keberhasilan atau kesuksesan. Kedua-duanya akan selalu silih berganti menghiasi
setiap langkah kehidupan kita.
Namun tahukah saudara, bahwa keberhasilan yang kita rasakan adalah lebih
merupakan campur tangan Tuhan dalam kehidupan kita?
Saudaraku,
Di tengah-tengah
perkembangan zaman yang menuntut setiap individu harus berprestasi, seringkali
memaksa seseorang untuk berlomba-lomba mencapai keberhasilan itu.
Kita
lihat di dunia pendidikan misalnya, ada sekolah-sekolah yang membedakan
kelas-kelas pembelajaran mereka dengan istilah kelas regular dengan kelas
akselerasi. Ada juga yang menerapkan system SKS, sehingga setiap siswa memiliki
kesempatan lulus lebih cepat dari yang umumnya dijalani, tergantung
kemampuannya mencapai satuan kredit.
Saudara,
di dunia bisnis, seorang yang dikategorikan sebagai orang yang sukses adalah
mereka yang memiliki jiwa enterpreneur. Secara
sederhana, entrepreneur didefinisikan sebagai orang yang menciptakan pekerjaan
yang berguna bagi diri sendiri. Entrepreneur sendiri berasal dari kata “entrependere” (bahasa Perancis)
yang artinya “sebuah usaha yang berani
dan penuh resiko atau sulit”.
Jadi saudara, Entrepreneur diartikan sebagai seseorang yang
mampu mengolah sumber daya yang ada menjadi suatu produk yang mempunyai nilai
atau mencari keuntungan dari peluang yang belum digarap orang lain.
Tokoh entrepreneur Indonesia, yang bernama Dr. Ir. Ciputra mendefinisikan
seorang entrepreneur adalah seseorang dengan kecakapan mengubah kotoran dan
rongsokan menjadi emas. Maksudnya ialah kemampuan seseorang yang mengusahakan
sesuatu yang tidak berharga, sesuatu yang dibuang orang menjadi sesuatu yang
memiliki nilai yang lebih besar.
Sedemikian
kuatnya pengaruh filosophi ini, sehingga membawa orang untuk berlomba-lomba
menjadi seorang entrepreneur yang handal. Namun sayangnya saudara, terkadang godaan mengambil langkah
memajukan diri sendiri sampai mendapatkan sebuah
keberhasilan, membawa seseorang pada sebuah
sikap lebih membanggakan diri
sendiri. Entah karena potensi yang dimilikinya ataupun karena kecakapan diri kita.
Inilah faktanya saudara, bahwa orang Kristen pun tidak kebal dengan hal yang
demikian. Kita mungkin mengira oleh karena kepandaian kita, maka kita dapat melalui ujian dengan nilai yang
memuaskan. Mungkin kita mengira oleh karena kita cakap bernegosiasi, maka
proyek itu dapat dimenangkan dengan mulus. Bahkan kita juga berpikir bahwa oleh karena kebenaran
diri kitalah, maka Tuhan memberikan keberhasilan dalam hidup kita.
Padahal saudara, dalam sikap hati yang membanggakan diri itulah, sebenarnya kita telah gagal
di hadapan Allah. Memang, tidak ada salahnya jika kita berhasil, namun yang perlu kita waspadai adalah sikap membanggakan diri
sendiri. Sikap inilah yang pada akhirnya meruntuhkan otoritas Allah dari
yang sebagaimana mestinya.
Oleh karena itu, jikalau kita mendapatkan
keberhasilan, jangan pernah mengira bahwa hal itu karena kecakapan kita. Saudara, bukan karena kita mampu, atau karena kebaikan
diri kitalah sehingga kita layak menerimanya. Mengapa demikian? Sebab sesungguhnya
keberhasilan
yang kita raih itu semata-mata disebabkan oleh dua factor:
I.
Kunci sukses kita adalah hasil campur tangan Allah (ayat 1-3) (POWERPOINT 2)
Bapak/
ibu yang kekasih di dalam Tuhan,
Sebagaimana
yang telah dijelaskan di atas, bahwa keberhasilan kita bukan berdasar pada kecakapan atau potensi yang kita miliki. Hal ini
jugalah yang diperingatkan Musa kepada bangsa Israel.
Kita melihat saudara, bahwa jauh sebelum bangsa Israel mengalami
sebuah keberhasilan dalam sejarah, sebelum mereka memasuki tanah Kanaan, Allah
sudah memperingatkan agar mereka tidak membanggakan diri mereka, sebab
keberhasilan yang mereka raih itu, bukan semata-mata hasil usaha mereka, namun
karena Allah melakukan intervensi dalamnya.
Saudara, saya
membayangkan sosok Musa, pemimpin bangsa
Israel yang termahsyur itu, yang saat
usianya telah menjadi lanjut. Di tengah-tengah kesempatan terakhirnya
bersama bangsa yang dikasihinya itu, Musa menuturkan peringatannya kepada
mereka. Saat itu bangsa Israel sementara berada di dataran Moab, di seberang sungai Yordan, dan mereka tengah
bersiap-siap untuk memasuki tanah Kanaan.
Saat
itu saudara, mata Musa menerawang jauh ke
masa sekitar 40 tahun yang silam, di mana ia menyaksikan bangsa yang
dipimpinnya itu memberontak terhadap Allah. Ya, di tempat yang sama ini pula, bangsa Israel pernah bersungut-sungut terhadap Allah. Mereka memberontak dalam
ketakutan ketika mengetahui bahwa mereka akan menghadapi bangsa Enak di Kanaan
itu.
Dan pemberontakan yang sangat memilukan itu pada akhirnya mengakibatkan Allah menghukum Israel sehingga
generasi tersebut habis binasa dalam pengembaraan di padang gurun. Mereka
gagal karena mengandalkan kekuatan mereka sendiri. Ketika
berhadapan dengan lawan yang lebih tangguh, mereka menjadi takut dan gentar.
Bapak/
ibu yang saya kasihi,
Kita
melihat, dalam ayat 1 dan 2, bagaimana
firman Tuhan menggambarkan kehebatan bangsa-bangsa yang
mendiami tanah Kanaan. Berita tentang kehebatan musuh inilah yang menimbulkan
kegentaran dan tawar hati dalam diri orang Israel, sehingga mereka menentang titah
Tuhan dan tidak mau masuk ke negeri itu (Ulangan 1:19-33). Akibat dari pemberontakan ini, Tuhan menghukum bangsa Israel hidup
selama empat puluh tahun di padang gurun (Bilangan 14:32-33).
Saudara, kini keturunan berikutnya dari bangsa yang
memberontak itu, diberikan kesempatan kedua oleh Allah untuk memasuki tanah
Kanaan. Dan sekali lagi Musa kembali memperingat-kan bangsa Israel agar tidak gentar menghadapi penduduk
Kanaan yang lebih besar dan lebih kuat,
apalagi ditambah dengan kota-kota mereka yang besar dan berkubu.
Pertanyaannya bagi kita saudara, siapakah orang Enak itu? “Orang Enak”
adalah kaum Anakim (‘anaqim), (POWERPOINT
3) keturunan nenek moyang yang disebut
berdasarkan namanya Enak, terdapat di antara penduduk Palestina sebelum Israel.
Nama Enak tanpa kata sandang hanya muncul dalam Bilangan
13:33 dan Ulangan 9:2, tapi di tempat lain muncul dalam bentuk “orang Enak” (ha’anaq), yang
agaknya dianggap sederajat dengan Anakim. Perawakan dan jenis kaum Anakim hebat
dan terkenal, justru mereka dijadikan perbandingan untuk menggambarkan besarnya
orang lain seperti orang Emim (Ulangan 2:10) dan orang Refaim.
Bapak/ ibu yang kekasih
Pengalaman bangsa Israel, nenek moyang mereka, pernah menilai
diri mereka seperti belalang di mata orang-orang Enak (Bilangan 13:33). Lagi
pula kota-kota Kanaan juga memiliki pertahanan yang sangat kuat. Karena itu
firman Tuhan menuliskan, “Siapakah yang dapat bertahan menghadapi orang Enak?” Pernyataan ini lebih
merupakan sebuah refleksi mengenai kekuatan fisik yang bagi manusia tidak
tertandingi. Hal ini mengingatkan kita pada peristiwa Daud dan Goliat. Tidak
ada bangsa Israel yang berani maju melawan Goliat kecuali Daud. Bagitu pula
bangsa Israel terhadap orang Enak.
Tetapi, dengan pertolongan Allah, bangsa Israel yang merasa diri
lebih rendah itu pada akhirnya dapat mengusir orang Enak dan bangsa Kanaan
lainnya; bahkan, orang Israel menjadi alat Allah untuk menyatakan kuasa-Nya.
Karena itu saudara, Allah mengingatkan bangsa Israel, bahwa
kemenangan mereka melawan bangsa Enak, bukan karena jasa mereka, tetapi karena
Allah telah berjalan di depan mereka dan berperang bagi mereka.
Tuhan telah mengantisipasi apa yang akan dikatakan oleh
orang Israel, apabila mereka telah
menduduki tanah Kanaan. Bahwa mereka akan
mengklaim kemenangan yang dramatik atas bangsa-bangsa Kanaan itu disebabkan
kekuatan mereka sendiri. Oleh karena itu, untuk mengubah pandangan mereka yang
salah ini, Tuhan sengaja menunjukkan kelemahan mereka dengan
membandingkannya dengan bangsa Enak
dan bangsa Kanaan. Jadi, pada bagian ini terdapat
kekontrasan antara kekuatan bangsa Kanaan dengan kuasa Allah, yang dibandingkan
melalui ayat 1 dan 3.
Allah digambarkan sebagai pribadi yang berjalan di depan Israel,
untuk membinasakan orang Enak. Semua keberhasilan bangsa Israel memasuki tanah
Kanaan, semata-mata atas seijin Tuhan yang menyerahkannya kepada mereka.
Itulah
sebabnya dalam ayat ke-3 Musa
mengatakan: Maka ketahuilah pada hari
ini, bahwa TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan di depanmu laksana api yang
menghanguskan; Dia akan memunahkan mereka dan Dia akan menundukkan mereka di
hadapanmu. Demikianlah engkau akan menghalau dan membinasakan mereka dengan segera,
seperti yang dijanjikan kepadamu oleh TUHAN.
Sebagaimana Tuhan berjalan di depan Israel dengan tiang awan dan
tiang api, demikianlah Dia akan berjalan di depan pasukan Israel sebagai api
yang menghanguskan untuk mengalahkan
musuh mereka. Dalam hal ini saudara, Musa mau menyadarkan Israel bahwa
kemenangan bukanlah terletak pada seberapa banyak, kuat dan
gagahnya mereka, bukan juga pada kepandaian mereka dalam
menyusun strategi untuk berperang. Sesungguhnya,
kunci keberhasilan Israel adalah karena intervensi Tuhan, campur tangan Tuhan.
Dari
sini kita melihat bahwa ujung
tombak dari kemenangan Israel adalah Dia yang tinggal di surga dan yang
menjadikan gunung-gunung yang paling tinggi sebagai tumpuan kaki-Nya, dan lebih
daripada itu Dia juga merupakan api yang menghanguskan.
Saudara
inilah rahasia penaklukan tanah Kanaan, bahwa keberhasilan
mereka bukan berdasarkan pada keunggulan diri orang Israel, melainkan karena kebesaran Allah yang memimpin hidup
mereka. Bahwa sesungguhnya kekuatan
bangsa Israel bukan berasal dari kekuatan mereka sendiri,
tetapi dari tangan Allah.
Demikian
pula Allah ingin menyatakan pentingnya kebergantungan mereka hanya pada Allah. Kemenangan mereka
semata-mata
berdasarkan intervensi Allah, bukan keahlian
mereka. Penaklukkan itu
karena kekuatan Allah, bukan kekuatan mereka.
Apa
yang dapat kita pelajari dari hal ini? Mari kita bercermin dari peringatan Musa terhadap Israel ini: bahwa Allah mau agar kita belajar untuk mengandalkanNya, bukan
bersandar pada kemampuan diri kita.
Marilah kita mempersilahkan Allah untuk campur tangan,
memimpin kehidupan kita
dalam segala hal. Sebab ketika kita semakin kita bersandar pada campur tangan Allah, semakin kita menyadari bahwa setiap
keberhasilan yang akan kita
raih itu semata-mata hanya karena pertolonganNya.
II. Keberhasilan
yang kita raih merupakan anugerah Allah semata (ayat 4-6).
(POWERPOINT 4)
Bapak/
ibu saudara yang dikasihi Tuhan,
Dimulai
dengan ayat ke-4, kita mendapati satu peringatan keras Allah terhadap bangsa
Israel. ketika Allah berkata: “Tetapi
janganlah engkau berkata…karena jasakulah…” lebih
merupakan satu peringatan keras Allah terhadap bangsa Israel.
Peringatan
ini juga mempertegas bahwa semua hal yang dirasakan bangsa Israel semata-mata
karena anugerah Tuhan yang diberikan kepada mereka. Semata-mata diberikan Allah
supaya bangsa Israel tidak menjadi sombong, yang seolah-olah
karena jasa merekalah hingga Tuhan bermurah hati terhadap mereka.
Sidang
jemaat yang kekasih,
Kata
yang diterjemahkan sebagai “Jasa-jasaku”,
adalah terjemahan dari kata Ibrani: “tsadheq”. Sebenarnya kata ini mengandung arti “kebenaran” (Ulangan 6:25). Pada prinsipnya “benar” dalam konteks perikop
kita ini, berarti “sesuai dengan norma atau sifat-sifat Allah
sendiri.”
Sebaliknya
bangsa Israel seharusnya menyadari
bahwa dia tidak mempunyai kebenaran dalam arti yang demikian, melainkan semua
hal yang diperolehnya hanyalah berdasarkan
anugerah Tuhan.
Kita
melihat saudara, di sepanjang ayat 4-6,
tercatat 3 kali Musa memperingatkan bangsa
Israel
agar mereka tidak membanggakan diri
sendiri. Mengapa saudara? Karena jawabannya ada pada Ayat 4 dan 5: “karena kefasikan
bangsa-bangsa itulah TUHAN menghalau mereka dari hadapanmu.”
Saudara
“Kefasikan” secara harafiah dapat berarti
kejahatan. Kefasikan ini bukan
hanya mengenai masalah spiritual, yaitu sebuah
penolakan untuk beribadah kepada Tuhan, tetapi juga kefasikan yang terjadi secara etis-moral, oleh karena penyelewengan
seksual, atau adat istiadat yang kejam yang
kejam dan bengis (Imamat 18:3,24-30; 20:23; Ulangan 18:12;
20:18).
Dari
penggalian arkeologi, diketahui
bahwa agama orang Kanaan adalah salah satu agama yang paling fasik,
paling diperbudak hawa nafsu dan paling
rusak secara spiritual maupun moral di daerah Timur Dekat Purba.
Karena kefasikan bangsa-bangsa
Kanaan inilah, menyebabkan Tuhan menjatuhkan hukuman atas
mereka, dengan menghalau mereka dari negeri mereka sendiri dan diganti dengan
bangsa Israel.
Dalam
hal ini saudara, seharusnya bangsa Israel
memahami, kalau bangsa-bangsa kafir
diusir dari tanah Kanaan karena kefasikan mereka, lebih-lebih
bangsa Israel yang juga di kenal
sebagai bangsa yang tegar tengkuk.
Secara harafiah tegar tengkuk berarti “tegar leher”
atau “bersitegang leher” (Nehemia
9:29). Kiasan ini terambil dari bidang pertanian, yang menunjuk kepada sapi
atau kerbau yang menolak untuk dikenai sebuah kuk untuk membajak
ladang. “Tegar tengkuk” juga berarti suka memberontak dan suka melawan, dan hidup dalam kebenaran yang
pura-pura.
Seperti halnya dengan kerbau itu, Israel seringkali
enggan untuk tunduk kepada Torah TUHAN yang diberikan kepada
mereka.
Jadi
dari sini kita melihat saudara, keberhasilan bangsa Israel menduduki tanah
Kanaan, sebenarnya bukan karena kebenaran mereka, bukan karena ketaatan mereka
pada hukum Tuhan, tetapi semata-mata karena anugerah Tuhan yang dinyatakan
kepada mereka.
Karena kasih Allah yang begitu besar kepada mereka, Allah
tetap memelihara dan memberikan tanah Kanaan itu sebagai milik pusaka mereka.
Pertanyaannya
bagi kita mengapa Tuhan mau memberikan
tanah Kanaan kepada bangsa yang demikian? Jawabannya adalah “supaya TUHAN menepati janji yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek
moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub“ (ayat 5).
Artinya dengan menegakkan Israel di Kanaan itu, Allah telah memenuhi janji-Nya kepada para bapa leluhur. Namun
setelah Israel telah menduduki tanah itu Allah menuntut ketaatan Israel dalam
memelihara perjanjian yang telah diikat-Nya dengan mereka di Sinai. Sekarang
kelangsungan kepemilikan atas tanah Kanaan didasarkan atas ketaatan orang
Israel. Ketidaktaatan akan membuat mereka terusir dari tanah Kanaan.
Dengan
demikian saudara, sekalipun panggilan Israel
itu tanpa syarat dan tidak dapat dibatalkan, karena datangnya dari kasih Allah (Roma 11:29), namun berkat-berkat itu diberikan
Allah bergantung kepada ketaatan.
Dari
sini kita melihat bahwa Tuhan
setia pada janji-Nya terhadap Israel sehingga Ia
tetap memelihara Israel dan memberikan tanah Kanaan itu kepada mereka. Itu bukan karena usaha mereka, melainkan
karena anugerah Allah atas mereka.
Ilustrasi
Di Prancis pada tahun 1795, ada seorang gelandangan
bernama Jean Valjean yang tertangkap basah sedang mencuri sepotong roti. (POWERPOINT 5) Ia dijebloskan dalam penjara bahkan berulang kali harus
keluar masuk penjara karena mencuri. Di suatu malam yang dingin, Valjean
berjalan tanpa arah, ia tidak punya rumah, dan tidak ada seorangpun yang
bersedia membukakan pintu rumahnya. Dengan kelelahan ia duduk di sudut
kota sambil menggigil, hingga ia melihat sesosok pria tua yang menghampirinya,
“Mari
ikut aku, tinggallah di rumahku untuk malam ini.” Sang pria tua itu, ternyata seorang pastor yang
baik hati. Tak cukup memberikan tumpangan, ia menjamu tamunya itu dengan hidangan
makan malam, dan itu adalah makanan termewah yang pernah disantap Valjean.
Keesokan paginya sang pastor terbangun oleh gedoran pada
pintu rumahnya. Ketika ia membukanya, ternyata di depan pintu telah
berdiri dua sosok yang ia kenali; sang polisi kota, bersama dengan Valjean yang
sementara terborgol. “Selamat pagi Pastor, saya berhasil menangkap basah penjahat ini, beserta
dengan perabot perak Anda yang dicuri olehnya.” Valjean tertunduk malu, ia tidak berani
menatap wajah orang yang telah menyelamatkan hidupnya semalam. Sang pastor
terdiam sejenak, lalu berkata: “Ah Valjean, mengapa engkau pergi begitu cepat? Aku masih ingin
memberikan barang perak lainnya kepadamu. Maaf merepotkan Anda Pak polisi,
Anda salah paham. Pria ini adalah sahabat saya.”
Setelah polisi itu pergi, Uskup mendekati Valjean dan dengan
suara yang perlahan berkata, "Jangan, jangan pernah lupa, bahwa Anda telah berjanji untuk
menggunakan uang ini untuk menjadi orang yang jujur."
Seingat Jean Valjean ia tidak pernah menjanjikan apa-apa. Tetapi
lidahnya kelu. Uskup Myriel melanjutkan dengan penuh keseriusan, "Jean Valjean, saudaraku, Anda
tidak lagi milik yang jahat tetapi Anda milik yang baik. Yang telah aku beli
dari-mu adalah jiwa-mu; Aku telah mengambilnya dari pikiran yang jahat dan roh
kehancuran, dan aku memberinya kepada Tuhan."
Sejak saat itu pikiran Jean Valjean senantiasa dihantui
perkataan-perkataan Pastor bahwa "Kamu telah berjanji untuk menjadi orang yang jujur,
jiwa-mu sudah kubeli, sudah kuberikan kepada Tuhan."
Saudara, Valjean si Pencuri itu, di kemudian hari lebih
dikenal orang sebagai Walikota Valjean. Dalam kepemimpinannya, tidak ada
lagi gelandangan yang berkeliaran, bahkan angka kejahatan menurun
drastis. Dan diakhir buku catatan hariannya, ia menuliskan demikian, “Siapakah
Valjean? Bukankah ia dulu adalah gelandangan dan pencuri? Tetapi syukur kepada Allah, yang mengaruniakan
Valjean sebuah keselamatan, sehingga perubahan hidupnya dirasakannya sebagai
sebuah anugerah.” Saudara, sesungguhnya Valjean mengerti, bahwa kuberhasil-annya itu bukan karena dirinya, melainkan anugerah Allah
semata.
Saudara, bukankah tidak ada keberhasilan yang lebih besar
dari sebuah “keberhasilan” untuk dapat diselamatkan dan menjadi anak-anak Allah? Sebagai
orang Kristen yang telah menerima anugerah keselamatan itu, bukankah kita
seharusnya memandang segala sesuatu, termasuk keberhasilan yang kita terima
adalah sebagai anugerah Allah?
Kalau kita berhasil, itu semata-mata karena anugerah
Allah. Namun ada kalanya godaan untuk mengambil kredit/ pujian bagi diri kita sendiri begitu kuatnya.
Mungkin kita merasa bahwa kita layak mendapat
keberhasilan itu sebagai ganjaran atas kebenaran diri kita. Mungkin
juga karena kita merasa telah menjadi orang Kristen yang baik, sehingga
kita berpikir bahwa kita layak menerimanya. Selama ini mungkin kita telah
menjadi orang baik-baik, bekerja dengan baik, belajar dengan giat, dan kita
berpikir bahwa oleh karena itulah kita berhasil.
Saudaraku, ingatlah bahwa bukan oleh karena kebenaran
diri kita, bukan juga oleh karena kekuatan kita, sehingga kita layak menerima
keberhasilan tersebut. Sesungguhnya tidak ada satupun yang dapat
dibanggakan, selain karena Allah yang setia dan mengasihi kita, karena semuanya
merupakan anugerah Allah semata.
Penutup
Saudaraku,
suatu saat kita akan selalu berhadapan dengan apa yang namanya
keberhasilan. Namun sebagai anak-anak Tuhan, seharusnya kita menyadari
bahwa keberhasilan itu dapat diraih bukan oleh karena kecakapan
kita. Justru karena Allah sendiri yang turut campur tangan, memampukan
serta memimpin kita dalam meraihnya. Keberhasilan itu juga bukan karena
kebenaran diri kita sendiri sehingga seolah-olah kita layak
menerimanya. Kita menerimanya justru hanya karena anugerah Allah semata.
Saudaraku, marilah kita berbangga, bukan karena diri kita
sendiri. Namun marilah kita berbangga, hanya karena Allah yang berkenan
untuk memampukan kita, serta memberikan anugerah-Nya kepada kita.
Allah yang setia pada janji-Nya terhadap Israel itu,
adalah Allah yang sama, yang memimpin kita dalam meraih keberhasilan di dalam
anugerah-Nya, serta menolong kita untuk senantiasa berbangga karena Dia.
Hari ini, kita memasuki hari pertama di tahun 2015. Ada bagitu
banyak pengalaman-pengalaman yang telah kita lewati, baik suka maupun duka,
baik yang membawa kita untuk dapat tersenyum, ataupun hal yang menyedihkan
hati.
Namun semuanya itu patut kita sadari bahwa karena kemurahan
Tuhanlah kita bisa melewati semuanya dan menapaki hari pertama di tahun yang baru
ini. Kita harus percaya bahwa Allah senantiasa berintervensi di dalam kehidupan
kita.
Selamat tahun baru, kiranya dengan rahmat Tuhan kita bisa mampu melewati
hari-hari yang masih panjang di depan kita. Amin.