JANGANLAH KHAWATIR AKAN
KEBUTUHAN HIDUP SEHARI-HARI
Matius 6:25-34
(Lukas 12:22-31)
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Malam
hari ini kita kembali belajar satu tuntutan yang Tuhan Yesus minta untuk setiap
anak-anak Tuhan dapat lakukan, yaitu “jangan khawatir akan kebutuhan hidup sehari-hari.”
Hal kekhawatiran sepertinya menjadi tema umum yang sering kita dengar dalam
khotbah-khotbah yang pernah kita dengar. Namun seringnya tema ini dikhotbahkan,
tetapi fakta membuk-tikan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, tidak sedikit
anak-anak Tuhan yang masih hidup dalam sikap yang kuatir. Yesus bukannya
membela sikap hidup yang malas, boros, sembrono, tanpa pikir panjang dan kurang
perhitungan. Tetapi yang dilarang Tuhan Yesus adalah sikap hidup yang tidak
hati-hati dan penuh ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran, yang pada akhirnya
menyingkirkan sukacita dalam hidup.
Bahasa
Yunani yang dipakai di sini ialah “merimnan” yang artinya sangat khawatir. Kata
bendanya “merimna”
yang berarti khawatir atau kekhawatiran.
Apakah
kekhawatiran itu? Kekhawatiran adalah adanya perasaan gelisah, prihatin, atau
takut. Perasaan-perasaan ini biasanya berhubungan dengan pikiran-pikiran negatif
terhadap sesuatu yang diduga akan terjadi di masa mendatang, padahal
kenyataannya belumlah tentu. “bagaimana masa depan anak-anak nanti, bagaimana nasib
dari pekerjaan suami, bagaimana… bagaimana.”
Tahukah
kita saudara, bahwa orang-orang yang selalunya diliputi sikap kekhawatiran, ia tidak
akan pernah hidup di alam masa depan. Pikiran mereka selalunya dihabiskan untuk
memikirkan apa yang mungkin terjadi serta mengkhawatirkan hal terburuk yang
mungkin terjadi. Sehingga orang-orang yang diliputi kekhawatiran selalunya hanyut
dalam sikap yang antipasti, ia tidak pernah merasa optimis sehingga hidupnya
menjadi kalut. Kekhawatiran bukanlah sikap kewaspadaan. Kekuatiran lebih
mengarah kepada sikap hati seseorang dalam memandang kehidupannya.
"Kekhawatiran
memindahkan beban dari pundak Allah yang kuat ke pundak kita yang lemah."
Kekhawatiran adalah hanyutnya pikiran karena membayangkan hal-hal buruk yang
mungkin terjadi. Itu adalah bentuk ketakutan terhadap kemungkinan dipermalukan,
menderita sakit, mengalami kehilangan, atau mendapat kesusahan. Hal ini
memperhadapkan kita pada pilihan. Kita dapat memilih untuk menghindar dari
sumber kekhawatiran itu, namun hal ini hanya akan menambah stres. Atau, kita
dapat memilih untuk menghadapinya, bertindak dengan tepat, dan melupakannya.
Tuhan
Yesus mulai menunjukkan bahwa Allahlah yang memberi kita hidup; dan kalau Ia
memberikan hidup, maka kita percaya bahwa Ia pun akan memberikan hal-hal lain
yang nilainya lebih rendah dari hidup itu. Hidup kita merupakan berkat yang lebih
besar daripada sandang pangan kita. Memang benar bahwa hidup tidak akan
bertahan tanpa nafkah, tetapi makanan dan pakaian tetap tidak lebih bernilai
jika dibandingkan dengan hidup yang kita terima dari Tuhan. Kalau Allah
memberikan hidup, maka kita boleh percaya bahwa Ia pun akan memberikan makanan
untuk mempertahankan hidup itu. Kalau Allah memberikan tubuh kepada kita, maka
kita dapat percaya bahwa Ia pun akan memberikan pakaian untuk menutup tubuh
itu.
Kalau
ada orang yang mau memberi kita suatu pemberian yang sangat berharga, maka kita
yakin bahwa orang tersebut tidak kikir, pelit, tamak. Jadi alasan pertama
adalah bahwa kalau Allah memberi kita hidup, maka kita dapat percaya bahwa Ia
pun tidak akan melupakan hal-hal lain yang diperlukan untuk menunjang hidup
tersebut.
Tuhan
Yesus tahu bahwa sering manusia kuatir; kalau-kalau nanti tidak ada makanan,
minuman dan pakaian. Kekhawatiran dapat menjadi berlebihan, dapat menjadi
semacam penyakit. Karena itu, Tuhan Yesus memberikan jawaban ilahi atas masalah
kekuatiran ini. Ia mengatakan kepada pengikut-pengikut-Nya: "Janganlah kuatir; bukankah hidup itu lebih penting
daripada makanan dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian?" (Matius
6:25). Kekuatiran adalah persoalan hati kita, yaitu hati yang kurang percaya
dan hati yang belum mengenal Allah sebagai Bapanya. Dalam hal ini Tuhan melarang kita memiliki kekuatiran atau
kecemasan yang menunjukkan bahwa kita kurang percaya akan pemeliharaan dan
kasih Allah dalam kehidupan. Hal ini dikatakan-Nya sebagai seorang pemberi
hukum dan yang berdaulat atas hati kita; Dia mengatakannya sebagai penghibur
dan penolong yang menyukakan hati kita. Kalau Tuhan sudah melakukan perbuatan
besar dalam hal memberi kehidupan kepada kita, pastilah Ia rela melakukan apa
yang lebih kecil, yakni memelihara kehidupan kita dengan makanan.
Sekarang
kita melihat Ayat 26. Dalam ayat ini Tuhan Yesus menguatkan lagi kepercayaan
akan Bapa di Sorga dengan jalan menunjuk kepada burung-burung. Dikatakan: “Pandanglah
burung-burung di langit yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak
mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga.
Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?” (Ayat 26). Saudara,
ini bukan sebuah omongan kosong, tetapi sebuah fakta. Kita melihat faktanya walaupun
burung itu tidak menjalankan pekerjaan petani seperti menabur, menuai, lalu
mengumpulkan dalam lumbung, namun binatang itu menerima makanan dari Tuhan.
Jadi
pokok utama dari pembahasan dalam ayat 26 ini adalah Tuhan Yesus ingin
menunjukkan para murid-Nya untuk tidak memiliki kekhawatiran sedikit pun
sebagaimana burung-burung tadi. Kita memang tidak mengerti bahasa burung, namun
dari kehidupan mereka kita bisa belajar, bahwa burung-burung itu sama sekali
tidak tegang akan masa depannya yang belum tampak seperti yang ada pada
manusia. Tiap-tiap hari mereka berkicau, tiap-tiap hari mereka menjalani
rutinitas mereka. Kita juga tidak pernah melihat mereka mengamankan diri dengan
cara menumpuk harta benda kekayaan untuk persediaan masa depan seperti manusia.
Dengan
kata lain saudara, sebenarnya Tuhan Yesus mau mengatakan, kalau Tuhan
memelihara binatang itu, apalagi anak-anak-Nya, Ia pasti memelihara mereka. Karena
itu Tuhan hanya menuntut bahwa orang yang sudah percaya tidak lagi hidupnya
dikuasai oleh sikap hati yang khawatir akan hidup.
Dalam
ayat 27, Tuhan Yesus membuktikan bahwa di dalam keadaan yang bagaimana pun
kekhawatiran tidak ada gunanya. Dikatakan: “Siapakah diantara kamu yang karena kekhawatirannya dapat
menambah sehasta saja pada jalan hidupnya?” Saudara, tidak ada
seorang pun yang dapat memperpanjang hidupnya dengan kekhawatiran. Kita tidak
berada dalam keadaan perawakan kita sekarang dengan kekhawatiran dan kecemasan
kita sendiri, melainkan dengan pemeliharaan Allah. Contohnya, seorang bayi yang
tadinya hanya sejengkal panjangnya kini telah telah tumbuh menjadi seorang pria
setinggi satu meter delapan puluh, dan kita melihat bagaimana hasta demi hasta
telah ditambahkan pada perawakannya. Yang sekalipun mungkin ia tidak menyadari
bagaimana proses pertumbuhan itu sendiri, tetapi dengan jujur harus kita akui
bahwa Allahlah yang memberikan pertumbuhan itu bagi kita. Karenanya Allahlah
yang patut untuk diberi penghargaan dan syukur atas bertambahnya kekuatan dan
perawakan tubuh kita.
Yang
jelas, kekhawatiran tidak mempunyai kegunaan apa-apa di dalam hidup, selain
memperburuk keadaan, dan menghancurkan. Kekhawatiran tidak akan membawa kita
untuk menjalani hidup lebih baik, sebab kekhawatiran tidak menghasilkan apa-apa
bagi kita. Kekhawatiran juga tidak akan mengubah masa lampau. Masalahnya adalah
bukannya manusia dapat atau harus melepaskan diri dari masa lampau, melainkan
ia harus memakai masa lampaunya sebagai pemacu dan pembimbing bagi tindakan
yang lebih untuk masa depan. Karenanya tidak heranlah jika ada istilah, “Kegagalan bukan
akhir dari segala-galanya, tetapi awal dari keberhasilan.” Di satu
sisi pernyataan ini ada benarnya, jika kita melihatnya dari sisi yang positif,
kita didorong untuk lebih bersikap optimis, tetapi bukan karena kita hebat,
kita bersikap optimis, karena kita percaya ada Tuhan yang selalu memelihara
kita.
Ayat
28-32. Tuhan Yesus mengambil suatu contoh dari alam pula. Ia mengatakan "perhatikanlah
bunga bakung di ladang". Saudara, terjemahan Indonesia untuk
kata ini sebenarnya kurang tepat. Sebab dalam bahasa Yunani, kata yang dipakai
adalah kata "agros" yang artinya "ladang/ sawah", juga dapat
berarti semua tempat di luar kota dan di luar kampung. Kata "agros"
lebih tepat untuk menunjukan tempat-tempat lereng-lereng gunung di Palestina,
yang pada bulan Februari dan Maret diliputi bunga-bunga yang tumbuh sendiri.
Karena ladang/ sawah di daerah Palestina ditanami gandum.
Terjemahan
untuk kata "Bunga
bakung/ bunga Lily" dalam ayat 28 rasanya juga kurang tepat untuk
dipakai dalam bagian ini, sebab bunga itu "jarang" terdapat di
Palestina. Banyak penafsir berpendapat bahwa apa yang dimaksudkan ialah bunga anemone,
yang banyak sekali tumbuh di lereng gunung pada bulan Februari dan Maret,
dengan warnanya yang ungu, sama dengan pakaian kebesaran seorang raja. Pada
bulan April di Palestina hawa menjadi panas dan hujan berhenti, sehingga bunga
dan daun dari anemon Itu layu. Kemudian dipakai untuk memanaskan dapur. Kalau
dapur harus panas agak lama, dengan sendirinya kayu yang perlu, tetapi
daun-daun yang kering dapat dipakai supaya api menyala sebentar dengan keras. Sehingga
yang dimaksud dalam ayat 30 untuk kata "rumput" berarti adalah bunga-bunga
anemone itu.
Ayat 33 adalah ucapan Tuhan Yesus yang mendasar
bagi setiap orang percaya. Dalam bagian ini Tuhan Yesus mengatakan: "Carilah dahulu
Kerajaan Allah dan kebenaran Allah". Saudara, hal ini
mengingatkan kita pada Pola yang diajarkan Tuhan Yesus dalam "Doa Bapa Kami",
dimana Ia mengajar kita untuk berdoa, agar Kerajaan Allah datang dan kehendak
Allah dilakukan dan baru setelah itu, supaya makanan (pemenuhan kebutuhan)
diberi kepada kita.
Sehingga
tafsiran yang paling sederhana dari Matius 6:33 ini adalah kita dituntut untuk
"mencari
Kerajaan Allah dan kebenaran Allah" Maksudnya ialah mencari
untuk menjadi taat kepada Allah. Akan tetapi ada juga penafsir mengartikan “kebenaran Allah"
maksudnya mengacu kepada kesetiaan Allah, kesetiaan yang menolong dan membela
orang, yang mencari Allah. Tetapi bagaimanapun juga, maksud Tuhan Yesus adalah
jelas: kalau kita terutama mencari Kerajaan Allah, maka Allah akan memberi juga
apa yang perlu untuk kehidupan jasmani kita.
Para
pengikut Kristus diminta untuk mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya
atas segala hal. Yang dimaksud dengan "kerajaan" karena kerajaan itu berhubung
dengan “authority”
(otoritas). Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah sebagai Raja yang
dilakukan di Sorga maupun di bumi.
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan
Yesus
berkata bahwa kekhawatiran berakar dari masalah prioritas. Kita biasanya lebih
khawatir akan makanan, pakaian, persaingan, dan pengaturan masa depan, daripada
memusatkan perhatian pada perkara yang terpenting, "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan
kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Matius 6:33).
Mari kita perhatikan frase “Maka semuanya akan ditambahkan kepadamu” ini
bukan berarti segala hal yang kita pikirkan atau yang kita inginkan, melainkan
segala sesuatu yang kita perlukan. Dan kebutuhan yang sesungguhnya ditentukan
oleh apa yang Allah kehendaki untuk kita lakukan. Karenanya ungkapan “Allah akan
memberikan semuanya itu” adalah lebih tepat mengacu pada penggenapan
panggilan-Nya dalam kehidupan kita. Dengan demikian, tujuannya jelas yaitu
mengajak kita untuk tetap bertekun di dalam iman, dan utamakan Allah dalam
segala kehidupanmu dan engkau akan mengumpulkan harta di surga.
Menurut
beberapa penafsir, ayat 34 harus diterjemahkan sedikit lain daripada terjemahan
Indonesia LAI, yaitu: “Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari esok
akan mengurus persoalan-persoalannya sendiri.” “Hari esok” disini
dipersonifikasikan/ digambarkan sebagai oknum. Jadi kalau kita terjemahkan
secara harfiah maka bunyinya akan seperti ini, “Biarkanlah besok mengurus
persoalan-persoalannya sendiri”. Yang menarik kita melihat bahwa
Tuhan Yesus menutup dengan kata-kata yang penuh hikmat: “Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari”.
Dengan kata lain, Allah telah menetapkan bahwa tiap-tiap hari ada bagian untuk
kesenangan dan ada bagian untuk kesusahan.
Dari
sini kita memahami bahwa Tuhan Yesus tahu bahwa di dalam kehidupan kita
masing-masing setiap hari ada penderitaan, kecil atau besar, yang harus kita
tempuh dengan pertolongan Tuhan; jadi jika kita lewati kehidupan kita dengan
sikap hati yang kuatir, maka beban kita akan semakin bertambah dan lebih besar
daripada yang dimaksudkan oleh Allah.
Bapak/
ibu yang kekasih,
Dengan
demikian, kalau kita mengerti dengan baik, bahwa kekhawatiran terjadi bukan
karena sebab yang dari luar diri manusia. Di dalam satu keadaan tertentu, ada
orang yang dapat bersikap sangat tenang, tapi ada orang yang bersikap sangat
khawatir. Bila kita mendengarkan perkataan Yesus, kita akan menyadari bahwa
menghilangkan kekhawatiran hanya masalah pilihan. Tatkala kita memilih untuk
memercayai Allah dan bukan diri sendiri, maka kekhawatiran kita akan hilang.
Jadi, jawabannya sudah ada pada kita.
Banyak
orang kristiani telah belajar dari pengalaman pahit kehidupan bahwa hal-hal di
atas tidaklah sepenting yang kita pikirkan, dan bahwa Allah benar-benar
memenuhi janji pemeliharaan-Nya. Mereka tahu sekarang bahwa memelihara iman
adalah yang terpenting, karena dalam masalah-masalah hidup yang sulit sekalipun,
imanlah yang paling mereka butuhkan. Maukah kita tetap memiliki iman yang teguh
terhadap apa yang akan kita jalani? Kiranya firman Tuhan ini mendorong kita
untuk beriman kepada Allah yang memelihara hidup dan kita sebagai anak Tuhan
tak perlu lagi merasa kuatir karena Yesus peduli dan tahu akan persoalan
hidupmu. Hanya satu-satunya jalan keluar yang kita perlu datang kepada Tuhan
Yesus. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar