MENGHORMATI YESUS SEBAGAI RAJA
Markus 15:16-20a
(Matius 27:27-31; Yohanes 19:2-3)
Bapak/
ibu yang kekasih,
Di hari
yang ketiga ini kita masih membahas masalah pengadilan Tuhan Yesus di hadapan
Pilatus. Kita melihat saudara, sepertinya proses pengadilan yang dijalani oleh
Tuhan Yesus di hadapan Pilatus dijalaniNya dalam waktu yang cukup panjang.
Terlebih lagi pengadilan Pilatus bukan didasari oleh penyidikannya yang
objektif terhadap persoalan yang terjadi. Tetapi lebih kepada menuruti
keinginan orang banyak yang terus-menerus meneriaki agar Tuhan Yesus segera
disalibkan. Hal ini dapat kita lihat dari sikapnya dalam membebaskan Barabas.
Saudara
persetujuan yang diberikan oleh Pilatus dalam babak akhir persidangannya lebih
merupakan sikap seorang pengecut yang lari dari tanggung jawabnya. Karena itu, kalau
kita mencermati lebih dalam sebenarnya bukan Pilatus yang mengadili Tuhan Yesus,
sebaliknya pengadilan itu lebih diatur oleh keinginan orang banyak.
Usai
mendapatkan putusan menerima hukuman mati, dengan cara disalibkan inilah, Pilatus
menyerahkan Tuhan Yesus ke tangan para serdadunya. Jadi saudara, saat salib Tuhan
Yesus sedang dipersiapkan oleh para serdadu, kesempatan inilah yang dipakai
mereka untuk mempermainkan Tuhan Yesus.
Saudara,
perhatikan ayat ke-16: disana dikatakan: “Kemudian serdadu-serdadu membawa Yesus ke dalam istana,
yaitu gedung pengadilan, dan memanggil seluruh pasukan berkumpul.”
Tuhan
Yesus dibawa oleh para serdadu ke dalam gedung pengadilan. Sebuah tempat yang
lebih dikenal dengan sebutan Praetorium atau tempat tinggal Gubernur, tepatnya
markas besarnya. Disanalah para serdadu itu berkumpul mengelilingi Tuhan Yesus.
Bagaikan sebuah pertunjukan yang sedang dipertontonkan kepada seluruh orang
banyak.
Namun saudara,
yang sangat membuat kita menjadi miris adalah gedung pengadilan yang seharusnya
menjadi tempat Tuhan Yesus mendapatkan keadilan justru menjadi saksi terjadi pelecehan
dan penganiaya yang diterima Tuhan kita.
Bapak/
ibu yang kekasih,
Para serdadu
Romawi itu pastinya sudah mengetahui bahwa Yesus tidak bersalah, sebab mereka juga
mendengar bagaimana Pilatus memberikan putusan atas pengadilannya. Demikianlah
dijelaskan dalam penyidikannya Pilatus bahwa ia tidak mendapati suatu kesalahan
pun padaNya (Band. Markus 15:14).
Akan
tetapi saudara, para serdadu ini sepertinya tidak ingin menyia-nyiakan
kesempatan yang sempit itu. Dalam persiapan penyaliban Tuhan Yesus, mereka
mempermainkan Yesus sebagai Raja orang Yahudi, sebab mereka juga pernah
mendengar orang-orang mengejek Yesus dengan sebutan itu dan Pilatus juga
berkata demikian (Markus 15:2).
Kita
melihat saudara, perlakukan yang diterima Tuhan kita merupakan perlakukan yang di
luar prikemanusiaan. Tuhan Yesus diperlakukan layaknya binatang buruan yang dipermainkan
kawanan pemburu, lengkap dengan anjing pemburu mereka. Lagi pula, kelakuan
sadis para serdadu Romawi seperti ini memang sudah dikenal dimana-mana.
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kalau kita
mau membandingkan, barangkali dari semua yang telah terjadi atas diriNya, kejadian
yang satu ini tidaklah begitu menyakitkan Yesus. Sebab kita tahu, tindakan-tindakan
orang Yahudi atas Tuhan Yesus dilakukannya dengan penuh rasa kebencian (Markus
15:10).
Dengan
demikian, kita melihat saudara, perbuatan para serdadu memang kejam, tetapi itu
bukanlah perbuatan yang didasari oleh rasa benci. Bagi mereka, Tuhan Yesus
tidak lebih seseorang yang akan disalibkan, dan mereka melakukan sebuah pantomime
seolah-olah Yesus raja dan menyembahNya tanpa kebencian sedikit pun, tetapi
sebagai sebuah olok-olokan besar.
Beberapa
penafsir mengatakan: “para serdadu ini memuaskan diri dalam kelakar yang kasar, tetapi tidak
seperti orang Yahudi dan tidak seperti Pilatus, sebab mereka bertindak dalam ketidaktahuannya
tentang jati diri Tuhan Yesus.”
Dalam
sandirwara yang dibuat para serdadu ini, mereka melepaskan baju yang dikenakan
Tuhan Yesus (Matius 27:27) dan kemudian mengenakan jubah ungu pada Yesus (yaitu
warna yang biasa dipakai para raja), kemudian mereka menganyam sebuah mahkota
duri dan menaruhnya di atas kepalaNya (Markus 15:17). Sesudah itu mereka
berpura-pura menyembah Dia.
Kelakuan
mereka inilah yang pada akhirnya membenarkan tulisan Paulus kepada jemaat di
Korintus, yaitu bahwa “Pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi
mereka yang akan binasa” (1 Korintus 1:18).
Faktanya saudara, tindakan mereka memang didasari oleh ketidak-mengertian
mereka akan rencana Allah yang Mahakuasa yang merelakan untuk mengutus Putra
TunggalNya mati bagi manusia. Sebab bagi mereka, raja yang sebenarnya hanya
satu, yaitu Herodes Antipas. Karena itu perlakukan mereka tidak lebih karena mereka
menyangka bahwa Yesus adalah seorang pendusta atau seperti orang gila, sehingga
mereka mempermainkan Dia.
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Dikatakan, dalam permainan yang dibuatnya, para serdadu ini
mengenakan jubah ungu kepadaNya. Tidak jelas, dari mana para serdadu ini
mendapatkan jubah ungu. Sementara kita tahu, jubah yang dipakai serdadu umumnya
adalah berwarna merah.
Saudara, untuk menyingkronkan akan hal ini, seorang
penafsir menuliskan: “Memang jubah serdadu Romawi itu berwarna merah, namun karena jubah itu termakan
waktu, bisa jadi warna ini pada akhirnya memudar menjadi ke ungu-unguan”.
Dari sini, kita mendapatkan satu gambaran, bahwa para serdadu
Romawi ini bukan memakaikan sebuah kain baru yang berwarna ungu, tetapi lebih
kepada kain usang milik seorang serdadu. Hingga jika kita kaitkan dengan
konteks bacaan kita, mereka memang hanya mau mengolok-olok Tuhan Yesus
seolah-olah sebagai Raja orang Yahudi karenanya mereka mengenakan kain ungu
kepadaNya (Yohanes 19:2).
Lebih lagi penghinaan ini, sudah pernah dilakukannya
sebelumnya dalam pengadilan yang dilakukan Herodes Antipas. Dalam Lukas 23:11 dijelaskan
bahwa Herodes Antipas dan pasukannya menista dan mengolok-olok Dia, dan
mengenakan jubah kerajaan pada-Nya. Setelah itu ia menyerahkan Tuhan Yesus
kembali kepada Pilatus.
Bapak/
ibu yang kekasih,
Peristiwa
ini tidak berhenti sampai disini. Bukan hanya jubah lusuh yang diberikan kepada
Tuhan Yesus. Serdadu Romawi ini juga menganyam sebuah mahkota duri yang
dipakaikan di kepalaNya (Markus 15:17). Mungkin para serdadu menganggap karena
Yesus mengaku sebagai “raja” maka mereka memutuskan menganyam sebuah mahkota duri.
Seandainya
mereka menganyam sebuah mahkota jerami atau semacam gelagah, itu pun sudah
cukup untuk mengolok-olokNya. Akan tetapi, hal itu tidaklah cukup memuaskan
hasrat mereka dalam bermain. Karena itu sifat serdadu Romawi yang iseng,
melengkapi penderitaan Tuhan Yesus.
Kristus
mengenakan mahkota duri yang patut dikenakan kepada kita, supaya kita bisa
memakai mahkota kemuliaan yang seharusnya Dia kenakan. "mahkota
duri" Secara tradisional ini telah dianggap sebagai suatu modus penyiksaan
dimana duri tersebut ditekan ke dalam alis Yesus.
Saudara,
kita lihat kalau awalnya orang-orang Yahudi mencemoohkan Tuhan Yesus karena pengakuanNya
sebagai nabi (Matius 26:67-68), dan kini orang-orang bukan Yahudi pun mencemoohkan
pengakuanNya sebagai Raja.
Mahkota
duri melukiskan sifat Yesus sebagai Raja atas kesengsaraan, Raja atas
kesusahan, Raja atas kehinaan dan rasa malu, sebab Yesus telah mengalami semua
itu. Dengan sabar dan dengan berdiam diri Tuhan Yesus tidak membalas sedikit
pun, sebaliknya Ia rela menjalani semuanya. Karena Ia sadar, untuk itulah Dia
datang, untuk itulah Ia harus menanggung semuanya.
Demikianlah
firman Tuhan mengatakan dalam 1 Petrus 2:23: “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas
dengan mencaci maki, ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia
menyerah-kannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil”.
Bapak/ ibu
yang kekasih,
Dalam ayat 18-19
kita mendapati bagaimana para serdadu ini bukan hanya melecehkan dalam bentuk
fisik. Tetapi mereka juga melecehkan Tuhan Yesus secara psikis. Kata
kerja dalam teks Yunani dari ayat-ayat ditulis dalam bentuk Imperfect Tenses,
yang berarti sebuah tindakan yang telah dilakukannya berulang-ulang.
Dengan kata
lain, sepertinya para serdadu ini berulang-ulang memberi hormat, berulang-ulang
memukul kepalaNya, berulang-ulang meludahi-Nya dan berulang-ulang pura-pura
berlutut dihadapanNya. Dari sini kita mendapatkan satu gambaran bagaimana kuasa-kuasa
dari neraka sepertinya sedang bersenang-senang di halaman istana Pilatus.
Saudara,
bukan tanpa alasan bahwa penghinaan-penghinaan tambahan ini diceritakan. Kita
tahu saudara bahwa kejadian ini bukanlah sejenis pertunjukan yang lucu, yang
sepatutnya ditertawakan. Tetapi itulah yang terjadi pada Tuhan kita Yesus Kristus.
Semua
ini dilakukanNya demi keselamatan umat manusia yang berdosa. Pada waktu Allah
membiarkan AnakNya yang Tunggal terhadap setiap jenis celaan. Maka pertama-tama
kita harus memikirkan apa yang layak kita dapatkan? Bukankah seharusnya kitalah
yang ada disana? Dan menerima penghinaan yang seperti itu?
Tetapi
justru karena kasihNya yang besar, semua itu tidak dibiarkanNya diperbuat bagi
kita, sebab dengan cara demikianlah, maka Ia telah melunasi hutang dosa serta penebusan
yang dipersembahkan Kristus bagi kita. Karena kasihNya, Ia datang untuk
melayani dan menyelamatkan manusia berdosa. Maka Ia rela menerima semua ini
demi tujuan yang luhur tersebut. Hal ini saudara seharusnya dapat membangkitkan
keyakinan pengharapan akan keselamatan yang telah kita terima dari padaNya.
Sama
seperti mahkota yang dipakaikan bukanlah mahkota sungguh-sungguh tetapi mahkota
duri (Markus 15:17), bahkan Matius menambahkan bahwa para serdadu Romawi itu
memberikan kepadaNya sebuah tongkat kerajaan, tetapi bukanlah tongkat kerajaan
yang sungguh-sungguh melainkan hanyalah sebatang buluh (Matius 27:29),
maka jelaslah tindakan para serdadu lebih kepada tindakan pelecehan yang sangat
tidak manusiawi. Tetapi semua itu dilakukannya karena mereka tidak tahu jati
diri Tuhan Yesus yang sesungguhnya.
Bagaimana
dengan kita saudara? Seringkali dalam kehidupan kekristenan kita, terkadang
kita pun menemukan, sikap-sikap yang seolah-olah kita mirip dengan para serdadu
ini. Banyak orang Kristen yang kelihatannya pandai memuji Tuhan, pandai
berdiskusi soal teologi, tetapi sejatinya, dalam kehidupan praktis mereka
sendiri, mereka tidak menghormati Tuhan Yesus sebagai Tuhan atas kehidupannya.
Sebab kehadiran Kristus sebagai Raja dalam kehidupan mereka, hanya mereka
terima dalam alam pikiran saja.
Karenanya
tidak heran saudara, mereka seringkali kompromi dengan dosa sehingga kehidupan
mereka tidak menjadi berkat bagi sesama anak Tuhan tetapi menjadi batu
sandungan. Inikah yang dinamakan kekristenan yang dikehendaki Tuhan?
Karena
itu, biarlah melalui perenungan kita kali ini, kita dapat diingatkan sampai
sejauh mana kita menjunjung tinggi Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat
pribadi kita? Dan dalam rupa yang bagaimana kita menempatkan Yesus sebagai Raja
kita? Kalau memang kita menghormati Tuhan Yesus sebagai Raja kita satu-satunya
yang memerintah kehidupan kita, sejatinya kita akan lebih berhati-hati dalam
melakukan setiap kehidupan kita. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar